Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Kakek (5) Merespon, Jemput Bola dan Move-on

9 Februari 2016   01:45 Diperbarui: 9 Februari 2016   02:05 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita Kakek masih disiar-tanyangkan dari Gubug Mimpi di belakang gardu ronda dusun Kaliasat, Desa Rangkat di bukit Prosa, Kecamatan Fiksi. Disana di Fiksi ini sebenarnya Kakek merenda memori sambil merespon dan menjemput bola menghadapi tantangan hidup dan menyaksikan panggung peristiwa negeri dewasa ini.
Matahari seperti biasa memancar kuasai bumi yang baru saja selesai diguyur hujan. Kakek duduk sendiri menanti Ranti dan Jingga yang katanya mau mampir dari mall. Dalam keheningannya di Gubuk Mimpi merenung sendiri hampir tak tampak gerak sedikitpun tubuhnya seperti tertidur dikursinya. Tiba-tiba tanpa terdengar gaduh Ranti, Jingga dan Acik memasuki gubug dan mendapati Kakek dalam lamunannya duduk dikursi sendiri. Serempak mereka menegur Kakek : “Hayo Kakek melamun……..”
Dan sambil menghapus mulutnya dengan sapu tangannya kuatir ketahuan ludahnya telah pesiar di perbatasan arealnya, Kakek menjawab ramah katanya :
“Yaa, ayo,ayo silahkan silahkan. Saya memang melamun. Merasa akan ada tamu para muda saya memang melamunkan masa muda kakek sendiri. Kakek bersyukur Tuhan memberi orang tua yang membesarkan saya dengan kasih sayang dan kebijaksanaan sehingga kakek berkembang menjadi anak, remaja, dan dewasa seperti ini”
Serta merta Aciek menyela dan mencoba meyelidik kehidupan Kakek, katanya : “Cerita dong Kek, masa muda kakek, siapa orang tua kakek, dan seterusya, Kek..”
“Kakek pernah menulis biografi ayah Kakek. Kalau mau nanti bisa saya kasih. Dia seorang guru perintis pendidikan di kawasan Yogyakarta selatan di tahun 1919. Tetapi yang tadi saya lamunkan, saya teringat ketika umur saya sekitar 4 – 5 tahun saya dibonceng ayah dengan sepeda onthelnya dari Ganjuran, Bantul Selatan, ke Pedan, Delanggu, daerah Surakarta, yang terletak sekitar 70 km jaraknya. Dan apa, kalau saya mengantuk ayah saya turun dari sepeda dan sambil memegang agar saya tidak jatuh dia berjalan mendorong sepedanya….”
Tiba tiba dari luar ada yang berseru : Salam alaikum……
Dan serempak yang didalam menjawabnya : Alaikum salam……. Dan tambah ramailah Gubug Mimpi Kakek. Datang Si Pud..(coba terka siapa dia.) Pujangga Rangkat datang bersama Bang Triasyah. Orang orang yang Kakek sudah harapkan dan rindukan. Dan belum duduk kedua tamu baru ini, dikejutkan pula kemunculan si cantik Yety Ursel sendirian saja. Tetapi semakin ramailah suasana pertemuan tanpa rencana ini. Maka kakek kembali menyapa mereka katanya :
“Selamat datang, Mas Tri, Mas Pud, mBak Yety, wah, wah, kalian yang bisa saya sebut kaum muda, selalu memberi semangat kakek. Katakan : bertemu saja apalagi kita bisa berbincang dengan kalian seperti ada energy baru jadi muncul dalam diri kakek, kalau yang begini ini bisa setiap hari, saja pastikan hidup saya bakal bersambung berlanjut terus dan segar entah sampai kapan, Tuhanpun barang kali segan memanggil kakek…..”
“Memang sebaliknya kakek merasa capek memperhatikan dan disuguhi berita dari panggung politik kita, meskipun terbukti bahwa pertunjukan politik adalah karya seni olah pikir berbagai strategi yang melibatkan aktor atau kelompok di tempat dan waktu tertentu, untuk bermaksud menghibur kita atau mengecoh kita sehingga kita tidak melihat apa yang sebenarnya mereka perbuat.”
“Belum lama ini teman kalian Arifin Basyir menulis di Fb begini : Desa Rangakat – desa yang penuh suasana hangat – desa yang menjunjung martabat – desa yang warganya tidak terikat – desa yang mendapat predikat. – Sayang, suasana menjadi kurang erat – Kopdar 2015 banyak tidak berminat – Kopdar itu sunyi sepi nyengat – akankah tradisi kopdar akan mangkat ?....... Dan saya menjawab : jangan pessimis, mari kita tunggu peluang dan momentum yang pas, yang penting karya dan berbagi hati lewat karya bersama, saling tanggap dan merespon…(dari Fb tg.08/02/21016, siang di Grup Desa Rangkat)”
“Mari kita pahami pelbagai harapan yang ada dan kita tanggap dengan mata jeli, genit sedikit gap apa; dari pada kita repot mengutuk LGBT. Mereka orang biasa, kalau kita merasa mereka orang berdosa, serahkan itu kepada Tuhan saja. Sebab saya pernah baca ada tuntunan yang disana dikutip : . "Tapi seranglah mereka (orang2 yang berdosa) hanya jika mereka menyerangmu, dan jangan berlebihan, Allah tidak suka orang yang berlebihan. Jika mereka tidak menyerangmu, atau berhenti menyerangmu, biarkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan lagi Maha Penyayang." - QS 2: 191-192 (Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yumsky/lgbt-di-indonesia-dibenci-bukan-karena-alasan-agama_56b1ea173fafbd051709fff9)”
“Bagaimana Kakek sudah tidak mampu lagi berbuat banyak. Maunya ikut berlari bersama kalian menanggapi, mengrespon pelbagai gejala dan peristiwa, bersama kalian membuat kegiatan . Karena itu kakek hanya baca dan baca dan dengar atau lihat tayangan. Tetapi yaitu akibatnya pusing… ”
“Untuk kalian bahkan saya ingatkan sebaliknya: Jangan lupa “membaca”, demi menggali wawasan baru, mengasah agar bisa mengasih dan mengasuh diri sendiri. Inikan menjadi visi misi Desa Rangkat saling asah asih asuh. Menurut rekan kita Kompasianer @siecti-dicko “kurang membaca” itu akan ketahuan ketika kita sedang menanggapi perubahan sesuatu. Coba saja, kelihatannya benar juga.” (http://www.kompasiana.com/siectio_dicko/kurang-membaca_ 56b203978923bd3c16ca746e)
“Kalau sudah begitu baru kita sadar, yaitu bermuara pada penemuan diri. Kalau menemukan diri sebagai yang dibenarkan itu si OK. Kalau seperti pengakuan Sdr. Pebrianov, 4/02/2016, Menemukan Kebodohan Diri. Maka sebaiknya, ambillah sikap : bahwa memang hidup itu harus berproses. Dan menemukan "kebodohan diri" sama dengan sadar bahwa masih ada target berikutnya, meski sudah berupaya demikian jauh. Demikian tanggapan saya dalam dialog itu.”
“Sikap mau menemukan kebodohan diri bila dilanjutkan itu yang namanya mau “move-on”.
“Pernah Kakek dipertemukan dengan teman-teman dalam sebuah reuni SMA pada tahun 1995. Bertemu 10 orang dari 15 yang bersamaan menyelesaikan SMA th 1960.Sepuluh orang yang datang saat itu 7orang diajak bertemu dengan kelompok kaum muda yang sedang outbond. Kami dimanfaatkan untuk memberi motivasi kaum muda itu. Ada dua orang teman masih aktif, sebagai dosen, ada seorang telah purna tugas dari sebuah bank, ada dua orang yang aktivis LSM dan seorang wartawan, dan dua yang lagi yang hadir satu orang uskup dan seorang pastor. Dari sekian macam profesi ada dua orang teman kami ini yang justru manarik perhatian kaum muda yang hadir saat itu. Dua teman itu bercerita bahwa bekerja tidak pernah menunjukkan izasah atau surat keterangan sekolahnya selain izasah SMA saja. Tetapi mereka ini wiraswata dan bekerja berdasarkan ketrampilan murni.”
……Kakek berhenti bicara dan pergi kebelakang meninggalkan tamunya, katanya : “Permisi sebentar saya ke belakang….”
Kesempatan ini memberi peluang tamunya pada berkomentar dan mengeluarkan pikiran pikiran mereka yang sudah beberapa lama tertahan keluar menunggu waktu.
“Sebenarnya saya heran, kadang kurang yakin, sejauh mana sebaiknya kita terima kata-kata Kakek itu semua,” kata Yety sambil membuang pandang keluar di kejauhan dedaunan memberi salam dalam kedamaian.
“Apa yang dikatakan, bila itu opini, ya terserah persepsi dan apresiasi kita; sedang yang tentang kejadian atau peristiwa kita bisa menghitung hitung seperti mana memori kakek tua itu”, demikian Ranti Tirta mengulasnya.
“Saya tertarik tadi Kakek menyinggung tentang Move-on. Setelah seseorang itu berrefleksi dan menemukan kebodohan diri sendiri, itu pertanda masih harus berupaya membangun prestasi sebagai target berikutnya, memang itulah move-on yang cerdas. Tahu diri dan tahu situasi, move-on, dengan cerdas tanggap secara inovatip dan dapat memberi inspirasi orang lain.” Demikian Bang Triansyah memberi tanggapan semakin mantab.
“ Nah lanjutkan perbincangan kalian, kami yang tua ini Kakek dengan tulus iklas legawa bahwa generasi muda semakin menunjukkan jati dirinya semakin matang dan mengambil peran kami juga dalam hal berwawasan.” Kata kekek yang tiba-tiba muncul dan memukul gong pembicaraan. “ Silahkan sambil diminum dan disantab apa yang ada itu, kan bawaan kalian sendiri kan tadi…..”
Maka untuk sementara dialog tua muda ini distop dahulu……
Salam hormat saya,
Em.Astokodatu, Ganjuran, 05/02/2016.

Referensi :
1. http://www.kompasiana.com/siectio_dicko/kurang-membaca_ 56b203978923bd3c16ca746e

2. http://www.kompasiana.com/pebrianov/menemukan-kebodohan-diri_ 56b373ba8923bd6526489f4b

3. http://www.kompasiana.com/yumsky/lgbt-di-indonesia-dibenci-bukan-karena-alasan-agama_56b1ea173fafbd051709fff9)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun