Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Orang Lain

17 Maret 2023   10:33 Diperbarui: 17 Maret 2023   10:54 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa anda tidak suka nonton pameran ? Saya teringat pengalaman pertama merasakan nonton melihat bahkan ditayangkan oleh TV di sebuah pameran oleh Amerika di Jakarta, entah tahun berapa. Heran, kagum kok bisa secepat itu jadi "pemain film" langsung sambil melihatnya. Di Pameran. Hampir bersamaan juga pameran oleh Rusia USSR, saat itu.

Pameran adalah ajang suatu lembaga atau instansi untuk memamerkan suatu kekayaan nilai dan atau prestasi dalam perkembangan untuk menjadi media pendidikan masyarakat. Seperti pameran oleh perusahaan, mau promosi menawarkan produk-produk baru yang lebih joss. Sebuah lembaga panti asuhan mengadakan pameran hasil kerja kerajinan dari anak asuhnya, untuk menggalang dana dari simpatisannya atau langsung menjual hasil karya dan aneka "kekayaannya" tersebut.

Kompasianer Ino Sigaze menulis : "... orang bisa saja pamer kekayaan dengan motif untuk memotivasi orang lain atau teman-temannya, namun asalkan bentuk kekayaan itu dari keringat sendiri"

Ibu Rosalina Tjiptadinata menandai  : "Belakangan ini heboh tentang orang pamer kekayaan. yang pamer kekayaan seorang anak muda atau isteri seorang pejabat, orang mulai bertanya. Dapatkan uang darimana? Akibatnya secara mendadak, ramai ramai orang jadi detective. Pihak yang berwenang pun turun tangan untuk mengusut ,asal usul kekayaan orang tua atau suami nya".

Rekan Kompasianer Sungkowo memberi catatan tegas bahwa dinegeri ini Sekolah sudah menyistemkan sikap siswa tidak pamer. Berlandaskan peraturan perundangan. Bahkan sampai dia menulis sikap siawa tidak pamer jangan mengendorkan untuk berlomba/pamer dibidang lain, tulisnya : "Ya, semoga saja adanya siswa kurang tertarik melakukan pameran kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses pembelajaran bukan dampak dari berlangsungnya penyisteman sikap siswa tidak pamer di sekolah"..

Pembaca yang budiman, sederhana saja merespon semua itu saya beropini sebagai berikut. :

@ Pamer adalah salah satu bentuk komunikasi sosial yang sejak dulu terjadi. Tetapi "medan opini" sekarang ini banyak menjadi ajang "pameran ide" yang lebih marak. Orang mau beropini untuk memamerkan jati dirinya untuk lebih dirasa berarti. Maka tidak usah heboh-heboh amatlah. Bahwa insan pemberitaan berhasil membuat heboh semoga ditanggapi pihak yang paling bertanggung jawab. Saya bisa memahami fungsi juru berita memberi kontrol dan kritik. Sehubungan materi yang disampaikan saya setuju apa saja, tetapi tensi yang diopinikan jangan membangun opini berikutnya yang menjadi serba negatip. Mungkin dijawab itulah Politik. .Maka dalam kehebohan pamer kekayaan yang terpeting adalah opini pewartaannya. Apa itu siapa, duwit dari mananya itu yang lebih penting dari Pamer. "Pamer MOGE" itu menjadi peluang beropini, dalam kasus kali ini.

@ Kekayaan adalah nilai yang pasti sangat terkait dengan pemikiran akuntabilitas dan tanggung jawab seseorang. Kekayaan yang dipamerkan mempunyai Makna lebih istimewa dalam kasus yang dihebohkan ini.  Yang jelas Moge milik Suami Sri Mulyani tidak diperhitungkan di "cerita" heboh ini selain menjadi pelengkap peserta cerita saja..

Pada mata saya bersyukur dan justru suatu keberuntungan bahwa bukan kekayaan yang Tuhan berikan kepada saya. Tetapi Berkah dan rahmat berupa fasilitas dan kesempatan untuk memperoleh apa yang saya harapkan. Dari masa sekolah dan pendidikan, pelbagai fasilitas dan pekerjaan, belajar ke Thailand ke Philipina, berputar putar dibanyak tempat di Indonesia. Semua tidak pernah saya catat sebagai nilai kekayaan saya. Inti kata : Tuhan memberi bukan kekayaan tetapi fasilitas bagi saya..

@Persepsi dan Sikap terhadap semua peristiwa kehidupan, politik budaya seputar kita membutuhkan pemahaman dan pendalaman yang tidak sederhana. Seorang cendekiawan seperti Yth Kompasianer Ino Sigaze mereaksi dengan analisa dan pandangan yang mendalam. Ibu Roselina seperti mendapat cermin dan menengok keluarganya dan pendidikan anak terhadap kekayaan. Semua itu tampak dilandaskan pada hati nurani, Niat menata dan menyikapi pribadi pribadi bukan harta kekayaan. Begitu pula nurani menjadi aman tanpa beban selain menjalankan tugas seperti Rekan kita pendidik di sekolah, Kompasoaner Sungkowo.

@Untuk memperoleh persepsi dan sikap mulia, berlandaskan etika dan nurani, niat baik, dan disiplin arahan tugas seperti diisyaratkan oleh rekan tersebut diatas membutuhkan proses lama dan berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun