Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilihan Cerdas Bebas Apa Buahnya

18 Januari 2022   18:55 Diperbarui: 18 Januari 2022   19:12 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pilihan adalah hasil perbuatan "memilih". Yang cerdas itu cara memilihnya. Memilih cerdas bebas itu peran kehendak bebas dari diri sendiri berdasarkan pertimbangan nalar. Pilihan yang demikian biasanya banyak dampak yang menguntungkan selain buah pilihan itu sendiri.

Bercermin Peristiwa.

Dalam iklan tersiar di salah satu TV, terkisah empat siswa anak-anak SD yang bergelantungan di salah satu alat bermain. Didekat mereka empat orang ibu mereka bersamaan melarang anak-anak mereka, takut jatuh kiranya. Tetapi seketika dibelakang mereka berdiri ibu guru anak-anak itu, menegur para ortu siswa-siswa,kira-kira begini : "Biarkanlah mereka lepas bebas dan bermain yang mereka suka!"

Para ibu kebanyakan protektif, mau melindungi putra-putrinya dari segala resiko. Tetapi program sekolah ada saatnya memberi kebebasan untuk berbuat apa yang mereka suka.. Pandangan ibu dan padangan sekolah itu sederhana sehari hari, tetapi sangat memberi pengaruh kepada perkembangan anak selanjutnya.

Saya mempunyai catatan pengamatan terhadap lima keluarga dekat. Taruh keluarga pertama, kedua begitu saja seterusnya. Keluarga pertama, keluarga besar dengan 10 orang anak lelaki perempuan. Ayah bunda meraka berlatar belakang pendidikan zaman pra kemerdekaan. Ada disiplin dan tertib tegas dari Ayah, dan kasih ibu, yang dalam kasus beda pilihan ayah dengan anak, selalu sang ibu memilih berada dipihak anak.

Keluarga kedua, dengan 4 orang anak, tiga cewek seorang cowok. Ayah mereka seorang perwira angkatan bersenjata. Ibu mereka pengasih dan juga disiplin hasil pendidikan asrama juga. Rupanya ada konsep kehidupan keseharian yang mereka sepakati. Ayah bunda dan anak-anak terbiasa selalu musyawarah, bebas tetapi disiplin dan konsekwen pada aturan main yang disepakati.

Keluarga ketiga dengan 5 orang anak, tiga cowok dua cewek. Ayah bunda mereka tampil menonjol dalam kesabaran ambil keputusan. Mereka rupanya keluarga yang hidup sederhana kendati sang ayah sebagai pns dan belakangan diBUMN tidak miskin. Anak-anak memparoleh pendidikan formal selesai sesuai pilihan mereka.

Keluarga keempat yang saya amati, dengan dua cowok anak mereka. Sang ayah adalah pengusaha menengah, yang sangat jeli menangkap peluang bisnis pada umumnya. Sebagai pemasok barang kebutuhan departemen pemerintahan di Jakarta. Keluarga kecil ini semasa masih serumah belum ada anak yang keluar rumah karena pernikahan, semua berjalan serasi, rukun dan damai.

Keluarga kelima yag saya amati rupanya searah cara hidup keluaga keempat dan kedua. Keluarga wiraswasta,dan keluarga yang bebas bertanggung jawab atas kesepakatan hasil musyawarah. Dengan begitu cepat atau santai pasti ada diskusi, musyawarah, dan kesepakatan dalam keluarga ini. Dua anak keluarga ini semua jago diskusi.

"Pilihan adalah keputusan yang di sepakati dan dilaksanakan". Atas dasar kriteria ini saya memberi nilai kepada lima keluarga tersebut diatas. Entah itu keteladanan ortu entah itu kebiasaan yang terbina dalam keluarga tetapi pendidikan anak dalam keluarga memberi dasar, dan pupuk positip pada pembuatan keputusan dan pilihan dalam hidup anak-anak dikemudian harinya.

Dari penilaian saya pada anak-anak keluarga teramati: nilai tertinggi (taruhlah 8) pada keluarga ketiga, nilai lebih dari cukup (taruhlah 7) bagi yang lain. Dari keluarga ketiga yang 5 orang anak itu semua membuat pilihan hidup yang sangat bermutu. Anak pertama begitu selesai sebagai sarjana hukum, dia memilih menerima pekerjaan yang ditawarkan paling diyakini mampu dia kerjakan dan menantang baginya kendati dikota luar Jawa, dan dia setia hingga sekarang menjadi warga pengembang daerahnya. Anak kedua memilih menjadi biarawati, kendati harus siap ditugaskan dimana saja dan ternyata sedikitnya 10 tahun ditugaskan di USA. Dua anak berikutnya berkeluarga biasa tetapi si bungsu lelaki, memilih menjadi pastur. Semua masing-masing suatu pilihan bebas yang sangat bermutu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun