Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Motivasi dan Intensi dalam Kehidupan

20 November 2020   19:13 Diperbarui: 20 November 2020   19:18 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah saya mendengarkan beberapa kali pidato, membaca makalah-makalah dari seorang bernama Dr.G.Utomo pr dalam pelbagai topik,dan kesempatan, tetapi saya selalu menangkap alur "pola pikir" yang sama. Dalam kehidupan setiap orang itu dipertemukan dibenturkan pada suatu Peristiwa. 

Orang mengalami maka orang punya pengalaman. Pengalaman itu dipahami. Pemahaman itu diakui sebagai pemahamannya dan disikapi serta ditindak-lanjuti.

 Kakak saya mendengar yang sama dengan apa yang saya dengar, mengajak saya bersama ikuti Dr.G.Utomo untuk "membaca" peristiwa "mengalami dengar pidato dan baca makalah itu" lalu berupaya untuk "menulis-kehidupan"kita. Hidup ini kata kakak saya adalah membaca dan menulis kehidupan.

Seperti tertulis dalam judul , disini saya ingin membaca dan menulis, menandai dimana ada motivasi dan intensi, dalam kehidupan, dalam konteks proses kehidupan sesuai pola pikir Dr.G.Utomo pr dan kakak saya itu. Dan dengan berfikir sederhana saja kita juga dapat melihat pola berfikirnya itu menunjuk cakupan dan cara serta proses pendekatan terhadap materi yang mau digali.

Banyak kali kita baca berita peristiwa kriminologi. Kadang berita itu sepertinya sudah basi. Tetapi wartawan masih merasa aktual karena penjahatnya masih dalam tahanan kepolisian. Polisi belum menyerahkan kepada kejaksaan. Menurut keterangan, perkara masih dikembangkan. Bisa dicarikan bukti tambahan, bisa dinantikan pengakuan. Pengakuan tentang niat dan rencana kejahatannya. Motivasi dan niat yang direncana dapat "mengubah pasal", kata rekan dari kepolisian.

Menandai motivasi dan intensi/maksud/ujub/harapan jauhnya di medan berita politik makin lebih tidak mudah. Apapun yang sebenarnya terjadi dan dimaksudkan cukup disederhanakan dikatakan dengan istilah (sah) "kepentingan" dan "pihak oposan". Padahal dalam dua istilah itu terjadi banyak lampirannya. Dan disana motivasi dan intensi tersembunyi. Ada bahasa diplomasi yang sopan khas politis.

Seperti beberapa hari yang lalu diakui oleh salah satu pembicara pada acara RCTI dia sebagai pihak oposan. Dan dikatakan pihak lain adalah Pemerintah. Oposan karena tidak ikut dalam penyelenggara pemerintahan. Oposan demi kebebasan berpendapat menyampaikan banyak kritik tentang ketidak adilan dsb. Menyaksikan acara tersebut hati ini tersenyum rasanya dibalik pandangan negatip yang ditujukan kepada pemerintah atau pejabatnya tersirat suatu motivasi pembicara yang lebih dekat pada rasa permusuhan daripada kritik yang membangun. Idealnya kritik yang membangun hanya disampaikan oleh publik melalui DPR, sedangkan kritik yang tidak membangun apalagi dikatakan dalam kemasan yang melanggar norma etika dan sosial lain jangan pernah disampaikan oleh siapapun.Sebab cara-cara yang demikian menandai motivasi dan intensi yang tidak seharusnya.

Separti gaya lain dalam menyampaikan pendapat, yaitu dengan munulis soal Sosial-budaya, saya pilih thema Budaya Barakah yang ditawarkan MUI. Enaklah menulis di Kompasiana, tidak pas membuat thema tanpa berangkat dari kondisi yang aktual. Dua tulisan teman menyoal tentang Revolusi Akhlak dan Revolusi Mental, serta Perubahan dan Sikap oposan. Padahal saya hanya ingin (termotivasi) menawarkan mengharapkan (mempunyai maksud) diadakannya Forum Komunikasi Antar Pemuka Agama,tingkat nasional yang di daerah sudah banyak diaktifkan. Tulisan itu direspon salah satu pembaca yang katanya lebih sesuai menawarkan maju dengan BPIP.

Belum lama saya baca seorang tokoh daerah menyerukan untuk menggiatkan wawasan nasionalisme untuk melawan gerakan populisme yang cenderung memecah belah bangsa dengan jargon agamis, meskipun kadang ucapannya tidak agamis bahkan tidak etis.

Menandai lebih cermat tentang Motivasi dan Intensi lebih mudah ketika kita mampu memasuki dunia pendidikan agama, melepas sedikit fanatisme keagamaan kita sendiri. Sepanjang saya mampu menghayati keimanan kristiani saya suka dengan Budaya Barakahnya MUI. Menurut Kiai Sodikun, budaya barakah itu starting point-nya adalah bimbingan kebijakan Ilahi yang berupa tuntunan dari Allah.  Untuk itu perlu perubahan perilaku.Maka harus dilakukan dengan strategi.Itu berarti membicarakan tema himayatul ummah (melindungi umat) dan sinergi baik dengan pemerintah (shadiqul hukumah).Kebijakan Ilahiyah menjadi sistem sosial.

Berbicara perubahan perilaku hingga melahirkan suatu sistem sosial dan dikaitkan dengan sinergi baik dengan pemerintah (shadiqul hukumah), saya lebih berani lagi mengatakan tentang Percepatan dan Kebersamaan yang bisa terjadi adanya sistem perilaku sosial dalam proses pendidikan agama. Dimana itu ? Dalam kelompok umat beragama itu sendiri telah terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun