Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunikasi Publik Dicelah-celah Kehidupan

19 Oktober 2020   09:20 Diperbarui: 19 Oktober 2020   09:23 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Marilah dengan rasa syukur, kita bersama disini menikmati Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 

Di Kompasiana ini  kita bisa bebas tanpa terbujuk untuk "dinodai tindak kekerasan". Suatu waktu diberitakan Wakil Ketua MPRRI memperngatkan agar Pemerintah meningkatkan komunikasi publiknya. Setiap hal dalam hidup ini selalu saja ada kekurangannya, maka saya ingin mengajak menjenguk saling komunikasi yang terjadi di celah celah kehidupan kita dewasa ini.

Seorang wartawan dalam menyusun dan memberi judul berita, atau seorang penulis dalam membahas permasalahan dan menentukan sudut pandang bahasannya tidak mau kehilangan kaitan-kaitan perkaranya. Beberapa kali saya baca judul berita dan bahasannya itu dengan diksi : "dari celah-celah peristiwa" atau "dibalik kejadian", "dalam konteks",dsb.

Celah mengandaikan adanya tabir, tirai,pembatas pemandangan atau memang ada pagar penutup, yang bercelah bisa diintai. Celah dapat menjadi elemen penting untuk dipertimbangkan dalam belajar tentang komunikasi publik dan konteksnya. Ada banyak jenis celah, ada yang melekat pada suatu realita, ada pula yang karena kecerdikan pengamat. Atau mungkin bahasa politik itu memang sok jangan blak-blakan.

Dalam keseharian kita sering mendengar membaca bahwa polisi menyusun "laporan berita acara" etc mengenai tertuduh yang dijerat oleh pasal-pasal. Yuris, pengacara lalu bicara tentang celah-celah hukum. Pembela berfikir tentang alibi,tempat, atau bukti-waktu, peluang, yang bisa membebaskan kliennya dari pasal-pasal hukum. Bagi yuris ada istilah celah-celah hukum. Dengan kacamata yuris realitas celah itu nyata ada, celah celah dimana 'pas' hukum bisa diterobos. Pasal-pasal bisa diatur meskipun nanti semuanya terputuskan di depan Pengadilan. Celah boleh dilihat dari sisi yuris, sebagai peluang yang bisa diambil; dapat pula memang celah itu adalah realitas obyek yang bebas dari pasal hukum.

Membaca berita sejak awal bulan ini menarik sekali kalau kita mau mengamati celah-celah dimana bisa dilihat adanya komunikasi publik, baik yang tersumbat maupun yang diproses untuk disambung. Seperti "cerita" tentang "Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas merespon tudingan sejumlah pihak yang mengatakan bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja cacat secara hukum."  Dan jawabannya adalah bahwa itu tidak cacat hukum karena...dst.(https://www.msn.com/id-id/berita/ nasional/ketua-baleg-respon-tudingan-uu-cipta-kerja-cacat-formil/ar-BB19Z5aI?ocid=msedgntp )   Apakah jawaban itu memuaskan atau tidak silahkan menerkanya, tetapi ada upaya terjadinya komunikasi terbuka (publik).

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai beragam versi naskah Rancangan Undang-undang Cipta Kerja yang beredar di p u b l i k bukanlah sesuatu hal kebetulan. Ia menduga hal tersebut sengaja didesain untuk mengacaukan informasi di ruang publik. Lucius membuat pernyataan dan dugaan adanya kekacauan informasi diruang publik dan itu kesengajaan.

Kekacauan informasi yang disengaja itu berdampak pada sikap dan perbuatan banyak orang.  Seperti itu di'publikasi'kan oleh Kantor Bareskrim Polri Jakarta tentang hoack dan ujaran menghasut   dengan diksi ini : "Kalau rekan-rekan membaca WA-nya, ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkis, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut," ujar Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.(10,13.2020) (https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/polri-penangkapan-pegiat-kami-didasari-bukti/ar-BB19Zspq?ocid=msedgntp).

Tokoh yang sudah dinanti suaranya, Prabowo Subianto saya catat mengatakan ini :..... 'Hoack, ini berarti ada yang ingin ciptakan kekacauan' . Menhankam RI ini berkeyakinan bahwa hal itu berasal dari luarnegeri. (12.10. msn.com). 

Masih menjadi berita pula bahwa sementara warga netcitizen menilai Pemerintah masih lebih serius menangani UU.Ciptakerja daripada Covid-19. Akan tetapi salah satu lembaga survey menemukan bahwa respondennya masih nyaman dengan kinerja Jokowi sehubungan dengan pandemi ini. Telesurvey itu dilakukan pada tanggal 8-10 Oktober 2020 yl. ( http:// www.msn.com/id-id/ekonomi/ekonomi/survei-62-responden-masih-nyaman-dengan kinerja-jokowi-saat-pandemi/ar-BB1aOTIM?ocid=msedgntp ).

Peristiwa  Pengesahan UU.Cipta Kerja atau Omnibus Law masih menjadi peristiwa besar di negeri ini. Sebab peristiwa itu ibarat pohon memang ada akarnya dan ada mahkotanya. Akar  adalah masalah Kerja dan kemanusiaan dan mahkotanya adalah masalah politik. (Dari tulisan saya sebelum ini)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun