Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Cerita Fiksi dan Puisi

12 Oktober 2020   17:15 Diperbarui: 12 Oktober 2020   17:27 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Think before you speak (or write), Read before you think. Terkutip dari Fran Lebowitz, (+1950) seorang penulis Amerika.  Dan saya memahami : Read itu membaca, buku atau peristiwa. Membaca peristiwa terbaik itu ialah hadir, mendengar, melihat  serta mengalaminya.

Saya memang mau menulis tentang menulis. Tetapi sebagai bacaan pertama saya mau cerita. Tentu ceritanya fakta yang berbau fiktif. Disebabkan karena peristiwa itu sudah lama tersimpan didalam memori ini. Maka imaginasi membumbui cerita fakta sehingga menjadi fiksi. Fakta dan fiksi. Seperti nuansa Naskahnya undang-undang dan Hoacknya ketika itu.(gak tahu kalau sekarang masih dilola)

Di SMA sekolahku ada kebiasaan jam pelatihan diskusi sebulan sekali dengan nama jam 'Akademi', untuk siswa dua klas bersama.. Disana ada teman yang sudah ditunjuk untuk menulis dan membacakan tulisannya lalu dibahas bersama. Segalanya lengkap ada presenter ada pemimpin diskusi etc,etc.  

Sekali waktu ada acara bersama sekolah lain. Dan ada acara diskusi dipimpin langsung oleh guru pembina. Pembina setelah sepatah dua patah memberi pembukaan, lalu memberi kesempatan para peserta keluar dari aula dimana acara diskusi itu akan diseleggarakan. Tugas kami adalah keluar gedung 15 menit, dan harus kembali membawa benda apa saja yang ingin diambil dan dibawa.

Setelah 15 menit, semua masuk aula. Mulailah Pembina itu menyuruh kami bergantian dalam dua menit bicara tentang benda yang dibawa dan memberi cerita mengapa benda itu dibawanya. 

Terjadilah serba serbi cerita dan argumentasi, serta tanggapan spontan terlontar. Ramailah suasananya, ada ketegangan sedikit disini, ada tawa sana sini. Dari keramaian itu pembina itu cerdas memilih dan mengusulkan topik diskusi. Dan para peserta setuju dan mulai fokus memikirkan hal topik yang akan didiskusikan.

Dalam acara diskusi itu tampak perbedaan teman teman yang terbiasa berdiskusi dengan teman yang tidak terlatih berdiskusi. Tampak cara berargumentasi berbicara dan sikap-sikap berkomunikasi. 

Tetapi yang menarik adalah ketika pembina memberi catatan bahwa sebenarnya acara awal tadi namanya brainstroming atau pemanasan dan diakhir diskusi Guru pembina itu mengajak cooling-down. 

Dalam cooling down peserta ditunjukkan apa dan bagaimana yang terjadi, yang kami peserta terlibat, dan bisa melihat sisi lain dari pengalaman masing-masing diacara itu. Dan acara diskusi itu ditutup dengan acara hening, semua diam.

Learn to be quiet enough to hear the sound of the genuine within youself, so that you can hear it in other people. Demikian kata kutipan yang diambil dari M.W.Edelman. *1939. seorang Aktivis Amerika. 

Saya mencoba secara bebas memahami demikian : Belajarlah berdiam diri benar untuk mendengar suara murni dalam dirimu, sedemikian rupa itu sehingga seperti mendengarnya dari orang lain, (yang padahal adalah dirimu sendiri itu). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun