Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Martabat Manusia Diabaikan

9 Oktober 2020   14:04 Diperbarui: 9 Oktober 2020   14:31 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengesahan UU.Cipta Kerja atau Omnibus Law masih menjadi peristiwa besar di negeri ini. Sebab peristiwa itu ibarat pohon memang ada akarnya dan ada mahkotanya. Akar  adalah masalah Kerja dan kemanusiaan dan mahkotanya adalah masalah politik.  

Saya paham dengan tulisan tentang keseluruhan masalah itu di www.msn.com ini (https://www.msn.com/id-id/gayahidup/ berita/ omnibus-law-ruu-cipta-kerja-komentar-hingga-kabar-hoax/ar-BB19Kwrh?ocid= msedgntp)  Tentang masalah politik tampak mengarah pada perkembangan penolakan yang meluas dari ibukota kedaerah. Sementara penjelasan klarifikasi dari pemerintah kepada publik minim sekali. Tentang masalah kemanusiaan akan lebih menjadi permenungan disini.

Masalah Kemanusiaan secara global dibumbui pandemi Covid-19 pasti juga menjadi aktual. Para tokoh Humanis-beriman dunia menandai bahwa dewasa ini situasinya semakin serius perlu diprihatinkan. 

Sebab sudah banyak orang belajar hidup 'bersama tanpa menjadi sama' dalam kerukunan dan damai. Tetapi Konflik lama yang diyakini telah terkubur sejak lama kembali meletus, sementara ekstremisme, kebencian nasionalisme dan penyerangan meningkat.

Dan itupun ada kontribusi dari media, dengan hoack dan pernyataan yang berlebihan dan menurunkan mutu standar dari debat politik. Disamping itu dibanyak negara polarisasi dan ekstrimisme menjadi alat politik saat ini..Tidak disangkal sementara negara masih menyerukan sejenis politik yang lebih benar melayani kepentingan bersama dilandasi persaudaraan dan persahabatan sosial dalam praksis.

Demikian saya sarikan dari berita tentang  Imam Besar Al Azhar sambut baik surat amanat Sri Paus, di https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/imam-besar-al-azhar-sambut-baik-surat-amanat-paus/ar-BB19K1jH?ocid=msedgntp.

Secara nasional berita yang bersifat reflektif diluncurkan oleh Komnas HAM. Pada Senin 5 Oktober yl. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM Tahun 2019, secara virtual. 

Dikatakan bahwa pada tahun 2019 Komnas HAM menerima 4.778 berkas pengaduan yang sudah di-kategorikan sebagai 'dugaan pelanggaran HAM' atas kesejahteraan, hak atas keadilan dan hak atas rasa aman. Komnas HAM masih pula lagi menerima berbagai macam pengaduan pelanggaran HAM lainnya, baik di bidang agraria, perburuhan dan pembangunan infrastruktur.

Ketua Komnas HAM juga mengatakan bahwa pelanggaran dan atau penyimpangan pada keadilan adalah buah dari politik kekerasan karena mengabaikan kemanusiaan dan keadilan sehingga tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

Menarik dan mengesan pada saya bahwa persis dengan ungkapan situasi global oleh Sri Paus dari berita terkutip sebelumnya Komnas HAM juga mencermati dan mencatat politik kerasan di ranah digital atau siber. 

Dikatakan Ahmad Taufan kekerasan digital ini bisa menyerang siapa saja dan bisa dilakukan oleh siapapun. Bahkan intoleransi dan ekstrimisme dengan kekerasan juga sangat sering dipicu oleh politik kekerasan di dunia digital, antara lain melalui hoaks dan ujaran kebencian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun