Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ganjaran dan Sangsi

11 Juli 2019   20:04 Diperbarui: 11 Juli 2019   20:08 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ganjaran dan Sanksi bisadiberikan oleh atasan bisa diberikan oleh opini umum atau omongan masyarakat.Dan ada orang cuek atas keduanya ada orang sangat peduli dan mencari ganjaranserta menghindari sanksi.

Sesuai berita KOMPAS.com tertanggal 10/6/2019 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) menegaskan, ASN yang membolos pada hari pertama bekerja usai libur Lebaran 2019 akan mendapat sanksi tegas. Sanksi bisa berupa teguran hingga evaluasi yang berakibat pada pertimbangan kenaikan jabatan. 

Seperti kita pahami Sanksi adalah hukuman terhadap pelanggaran/aturan. Bobot hukuman dapat ringan, bisa berat , bisa harus serta merta dilunaskan atau ditunda dicicil (bila uang) dan atau berdampak luas atau panjang. Menjatuhkan sanksi tentu perlu ada prosedurnya pula, ada prosesnya, ada aturan tersendiri. 

Tujuan sanksi pada umumnya adalah : 

1. Sangsi memberi efek jera bagi pelanggar aturan, 

2. Sangsi dapat merupakan restitusi terhadap kerugian atau akibat buruk yang timbul akibat pelanggaran yang harus dipikul oleh lembaga. 

3. Sangsi dapat sudah merupakan pada hakekatnya pendidikan disiplin atau menunjuk keharusan mengikuti program "pendidikan". 

Selanjutnya ada satu bahan permenungan yang menarik ini : "Umat Islamsudah kenyang "dijadikan tertuduh" dengan isu terorisme, apalagi terakhir inidihembuskan lagi isu radikalisme dikaitkan dengan politik identitas atauberdasarkan SARA," kata Din.( https://www.msn.com/id-(id/berita/nasional/din-syamsuddin-respons-moeldoko-soal-30-teroris-harus-dicegah/ar-Dur6K?ocid=spartandhp) Boleh dipertanyakan oleh Siapa kapan ada tuduhan itu, dan sudah adakah keputusan hukumnya, dst,dst, dll. Tetapi dari tulisan terkutip berupa paparan tersebut oleh @din-syamsudin, rupanya (terkesan dari konteksnya) tuduhan itu sudah "dianggap" merupakan "hukuman" yang dijatuhan oleh "mayarakat", sebagai semacam sangsi tertentu, hal mana bisa dipertanyakan lebih jauh.

Melanjutkanrenungan dan pandangan saya dalam hal Ganjaran dan Sangsi saya mulai lagi denganmengutip apa yang pernah saya tulis pula di Facebook berjudul "Pesan Positip dan Pesan Negatip" : "Tepo Sliro adalah pesan positip / nasehat agar kita bersikap baik/positip terhadap orang lain, seperti kita mengharapkan diri kita diperlakukan baik oleh orang lain. Jangan Ukur baju badan sendiri, adalah pesan negatip/ jangan, berfikir negatip terhadap orang lain, seperti sebenarnya kita ingin atau suka melakukannya". 

Ketika saya menulis di Facebook kalimat terkutip barusan saya memang sedang berfikir sederhana saja bahwa banyak orang membuat pesan-pesan di media social, secara spontan dan kadang berupa curahan hati, kadang memang memberi pesan, nasehat atau petuah. Tetapi Makna dan nilai Pesan Masyarakat yang terlontar di media social memang perlu dikritisi. Sering itu semacam suara hati "Umum" yang terucap oleh seseorang siapapun itu. 

Boleh kita bicara soal"Cuek", yang adalah sikap batin tertentu dari seseorang yang tersirat dalamperilaku yang abai terhadap lingkungan atau tindakan "semau gue". Ketidakpedulian yang disengaja, sadar untuk abai terhadap lingkungan.

Akan tetapi biasanya orang akan bersikap peduli dan mengambil sikap responsif serta reaktip terhadap peristiwa atau perilaku yang berkaitan dengan keadilan, SARA, seksualitas, atau apapun dari seorang eksponen yang mencuat ditengah masyarakatnya.  

Dalam kasus-kasus demikiankemudian timbul rasa keadilan, kesadaran pada SARA, kesadaran pada nilaiseksualitas ataupun gender. Dan semua itu dewasa ini bisa diikuti di medsosdengan mudah. Maka media social juga sangat potensial menjadi sarana mudah untukorang bisa memuji, memberi penghargaan (agak langka), dan lebih mudah untukmemberikan hukuman dan menjatuhkan sangsi, cercaan atau bahkan kutukan.. ataumembully, seperti menimbuni sampah, bahkan kotoran yang tak tertahan olehkorban. Media social juga mudah membangun suasana public dengan opini, analisadan sorotan terhadap pribadi, entah itu benar entah itu semacam tuduhan,tudingan. Maka disana sangat sering berkembang fitnah dan kebohongan, buah sentimentatau balas dendam.

Terhadap perilaku melawankeadilan dan atau melawan adat kepatutan social sebenarnya banyak pula yangsederhana dan ringan ringan saja. Seperti menyerobot jalur antrean, membiarkanibu hamil tua berdiri sementara dirinya duduk dengan santai, mengendaraikendaraan di jalan umum dengan kecepatan super tinggi dikepadatan lalu lintas,berulang ulang melanggar disiplin kelompok dll.

Dari butir-butir kutipandiatas mungkin boleh dibuat kompilasi pembelajaran sebagai berikut :

1.    Ganjaran adalah nilai yang biasa diambilsebagai motivasi prestasi atau perbuatan baik. Sementara Sangsi sebaliknya.

2.    Ganjaran dan Sangsi (Reward and punishment)sebagai motivasi bisa menjadi pembantu, tetapi bisa justru mengurangi nilai/mutukesadaran social dan mutu kesadaran akan disiplin dan kemerdekaan sejati.

3.    Masyarakat atau sesama warga kadang lebihjeli sebagai pengawas dan pemberi ganjuran atau sangsi lebih efektip terhadapbanyak hal perilaku tertentu oleh orang tertentu yang terbuka kepada public.

Makadari itu sebaik-baiknya ditingkatkan kesadaran social dan segala kepekaan dankepeduliaannya. Dan itu merupakan kebebasan moral sejati, yang bebas dari rasaketerpaksaan. Demikian itu sambil menantikan penuh iman dan harapan kepadaganjaran yang diatur oleh Pemberi Kehidupan ini. Semoga opini renung ini mampumenyentuh titik titik renung anda.

Terima kasih atas kesediaanmengikuti opini renung-renung saya ini dan Maafkan bila ada kata yang tidak pasdihati anda. Tolong terima salam hormat saya.

Ganjuran, 10 Juli 2019 Emmanuel Astokodatu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun