Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesan Hari Ini: Kesederhanaan

24 Mei 2018   12:09 Diperbarui: 24 Mei 2018   12:19 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah menjadi niat dan jadi kebiasaan yang semakin diperbaiki, saya membuat PESAN yang saya tulis di Facebook entah sebagai status, sebagai kiriman kepada public teman peserta Facebook. Itu setiap hari. Pesan itu sebenarnya hasil pemikiran kadang spontan kadang buah renungan. 

Renungan terhadap peristiwa atau bacaan, atau masukan lain, yang harus terkemas dalam bahasa sehari yang sederhana. Itu tidak mudah. Semakin pemikiran itu matang semakin membutuhkan sarana dan kemasan yang agaknya kurang sederhana. Padahal pembaca maunya yang actual, manfaat, menarik, mudah, singkat padat, inspiratif, mutu, tidak mau yang sulit dan muskil.

Memang itu wajar seperti Kompasiana pun memberi kolom nilai, actual, manfaat, inspiratif, menarik. Pada Kompasiana yang menarik, inspiratif, manfaat, actual masih di garisbawahi, mutu kebenaran yang mengarah pada ilmiah popular, agak lebih dituntut mutu tulis daripada celoteh dan curhat di Facebook.

Dewasa ini banyak kiriman tulisan sedikit panjang dan mirip yang di Kompasiana, tetapi pertemananlah tetap sifat yang lebih bebas spontan dan menghibur. Pada awal th 2009 ketika saya mendapat kesempatan bermain internet, teman mengatakan "main facebook ibarat bermain didepan gardu ronda". 

Lalu pertanyaaku apakah Kompasiana yang saya dengar diawali oleh penulis yang tulisannya belum semutu penulis di Kompas, penulis Kompasiana seperti politisi di Barbershopkah?  Konon di zaman baheula para tukang cukur adalah politisi praktis yang tidak perlu mimbar selain berdiri dibelakang kursi pelanggan didepan kaca cerminnya, berpidato kepada pelanggannya.

Kemarin dulu seorang sahabat WA mengajukan protes kepada saya, mengapa saya seharian tidak menyapa dia. Dan mengapa sapaan dan kirimannya tidak saya respon. Saya jadi heran mengapa kiriman saya berupa ucapan terima kasih belum dianggap sebuah respon. Jadi Pesan saya berupa ucapat terima kasih atas kiriman videonya itu masih kurang menyapa dia. 

Maka hari ini saya mengirim sepotong opini yang telah pernah ditulis di Kompasiana pada tgl 11 Maret 2011 berjudul : "Kesantunan berdialog"  (OPINI | 11 March 2011 | 17:16 Dibaca: 369   Komentar: 53) oleh Mas Didot, pengelana belajar menulis, teman sejawat saya. 

Mau bicara soal sopan santun kok sepertinya seorang moralis. Mau bicara soal prinsip kok gayanya seperti filosop. Padahal rasanya hanya ingin curhat tentang saling memberi tanggapan dalam forum terbuka. Curhat, maksudnya membuang rasa sebal membaca (apalagi andaikan dengar) pembahasan topic berubah menjadi tudingan kearah pribadi, dan dengan kata yang murah-cabai."

Nah demikian demikian dinamika komunikasi antar warga penulis dan pembaca dalam media social yang bergerak dinamis. Dan disana dalam dialog itu ingin selalu saya sampaikan Pesan, dari aspirasi yang saya terima setiap harinya dengan bahasa umum, bukan bahasa dialeg atau istilah perofesional atau kategorial. 

Kemarin lagi saya memberi komentar terhadap postingan seorang bocah yang berulang tahun dan dirayakan oleh ayahbundanya. Kendati teman yang mengirim foto anaknya bertempat tinggal jauh, dan sudah tidak terlalu akrab, namun saya memberi like ekstra karena saya tertarik selalu pada kesederhanaan, kepolosan dan keaslian anak, yang natural, asli dan polos. 

Dalam khotbah pagi ketika saya beribadat bersama diberitakan tentang nilai kesederhanaan anak. Dipaparkan kesederhanaan hati yang tulus. Seorang pemimpin baru  "ok menjadi pemimpin apabila memiliki jiwa melayani terhadap yang dipimpin". Jiwa melayani hanya dimiliki oleh pemimpin yang tidak mengemukakan kekuasaan dan kemegahan diri tetapi mendekati kepolosan anak, kejujuran anak, kesederhanaan hati anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun