Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Be Yourself"

25 Februari 2018   18:22 Diperbarui: 25 Februari 2018   18:28 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Permenungan yang berkesinambungan dapat memberi manfaat untuk sampai pada penemuan jati diri dan move-on yang berarti dalam kehidupan ini, serta kebahagiaannya.

Dengan perkataan apa lagi percakapan dan perbincangan panjang orang bisa dikenal, dinilai, sebab mungkin orang itu memang mau memberitahukan jatidirinya. Orang lain mungkin bisa memperoleh citra dari orang itu. 

Suatu diri orang yang dikesankan dan diri orang yg dikopi oleh mesin kopi orang lain, bukan jati diri si pembicara tadi. Sebab mungkin juga pembicara tadi mau dikenal bukan seluruh jatidirinya.Jadi citra itu jati diri yang sangat "rekatif" maksud saya R e l a t i f. Nah harga diri orang juga sangat relatif dan subyektif. Itu sebabnya sering orang berkelahi karena hargadiri yang tidak obyektif tetapi subyektif semau penilai saja.


Menilai orang lain ? Sebaiknya jangan mudah menjatuhkan nilai, harga, diri orang lain. Sebab Tuhan pun sekarang ini masih memberikan yang sama kepada orang baik dan kepada orang jahat. Sinar mentari, udara untuk bernafas, bumi untuk berpijak. Nah bila kita bisa menahan diri terhhadap orang yg jahat kepada kita, itu toleransi, atau permaafan atau sesuai sikap maha rahimNya Allah. 

Demikian belajar dari kehidupan. Namun mengapa untuk bertoleransi kepada sesama bercermin kepada Kerahiman Illahi. Orang Jawa menganggap itu terlalu tinggi. Maka bercerminlah pada dirimu sendiri dengan sikap "Tepo Sliro", terjemahan bebas "menembak saja diri sendiri = melihat saja diri sendiri". Untuk bersikap kepada orang lain hendaknya bercemin, bertanya  mau tidak sikap itu ditujukan kepada diri mu sendiri Ada lagi nesehat: " Kudu bisa rumangsa ora mung waton rumangsa bisa Harus bisa merasa perasaan orang lain, jangan hanya karena merasa bisa bertindak."

Memang tidak hanya orang Jawa, seorang novelist Amerika , Pearl S.Buck yang hidup di tahun 1802-1973 mempunyai pendapat bahwa kita harus memahami diri kita sendiri sebelum bisa menghargai diri kita ini, dan kita harus bisa menghargai diri kita sendiri sebelum bisa menghargai orang lain.

Tahu diri, pahami diri sendiri, menghargai diri sendiri ,semestinya lalu juga mau dan suka: "menjadi diri sendiri".

Menjadi diri sendiri rupanya menjadi kata kunci dan titik awal orang meraih banyak keutamaan.

Kalau anda membuka Google dan klik "menjadi diri sendiri" akan mendapat 274.000 hasil/jawaban/saran artikel; atau kalau klik dalam bahasa Inggris : "Be Yourself" .... akan mendapat result 122 juta result.

Apabila yang namanya quote ataupun frase saran yang ratusan ribu itu ditawarkan sudah ada dalam paket-paket target sendiri sendiri seperti untuk kebahagiaan, percintaan, kesuksesan usaha, kehidupan keberanian, kesehatan. Semua itu mengisyaratkan tegas bahwa menjadi diri sendiri itu kunci kehidupan sukses dalam segala hal.

Pertanyaannya menjadi : Mengapa demikian, apakah tidak mungkin sukses dengan cara lain ?  Pertanyaan itu dijawab dengan pertanyaan kembali : Macam apa orang yang tidak menjadi dirinya sendiri ???

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun