Mohon tunggu...
Hasto Suprayogo
Hasto Suprayogo Mohon Tunggu... Konsultan - Hasto Suprayogo

Indonesian creative designer & digital marketing consultant | astayoga@gmail.com | http://www.hastosuprayogo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Memori Masa Lalu dan Harapan Masa Datang

18 Desember 2017   07:49 Diperbarui: 18 Desember 2017   08:01 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memori. Sumber: Muvilla

Setiap manusia memilih untuk menjalani hidup karena satu dari dua hal ini; memori masa lalu atau harapan masa depan.

Satu dari dua hal tadi yang menginspirasi kita melangkah. Entah itu langkah maju, mundur atau bahkan tetap di tempat. 

Memori masa lalu akan tempat, momen, sosok atau peristiwa seringkali terlalu kuat membekas. Tak hanya menyisakan torehan dalam ke sanubari, namun seringkali menyeruak tanpa sadar di sembarang kala.

Memori masa lalu umumnya sekilas, terpotong pada satu dua bagian yang meski tak begitu jelas, namun berkesan. Ibarat segulung film seluloid yang hanya berapa frame-nya saja berisi gambar. Di mana padanya kita coba menarik mundur apa yang terjadi sebelum momen itu terpatri di permukaannya.

Memori masa lalu adalah menerawang masuk kembali ke suatu masa, yang kadang indah, kadang tidak terlalu indah namun keduanya sama-sama berkesan. Menyedot kita kembali merasai saat yang dulu mungkin biasa saja, namun kini kita genggam sebegitunya berharga.

Memori masa lalu membuat kita sentimentil. Dengan lagu, film, musik, tempat, kota, wajah dan pernik kecil maupun besar. Ada dorongan kuat untuk menarik napas dalam, atau menghembuskannya keras-keras. Entah menarik semua kenangan itu, atau menghempaskannya jauh-jauh.

Serupa, harapan adalah horizon. Sebuah tanah di ujung seberang lautan. Laut keseharian yang penuh rutinitas, kebosanan, ketidaknyamanan dan lapis demi lapis tekanan. Harapan adalah jangkar yang kita lempar jauh ke depan, kadang terpancang kuat, seringpula goyah tak terikat.    

Harapan kadang jelas cemerlang bak lukisan pemandangan nan benderang. Namun layaknya visi, tak jarang ia diselimuti kabut kebimbangan. Bisakah sebuah harapan diwujudkan. Adakah jaminan waktu itu akan datang. 

Hmmmm....kekhawatiran. Betapa manusia hidup selalu diombang-ambingkan riak kekhawatiran. Riak kecil bertemu riak kecil lainnya. Bergabung menjadi riak lebih besar hingga akhirnya mewujud sebagai gelombang. 

Satu gelombang menerpa mungkin bisa ditahan. Dua dan tiga gelombang pun bisa dihadang. Namun ketika puluhan gelombang berganting menghantam, apakah memori dan harapan tadi cukup kuat jadi tameng perlindungan.

Hidup adalah memegang memori atau harapan. Yang manapun itu, peganglah sekuat mungkin. Pegang dan jangan pernah lepaskan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun