Mohon tunggu...
Assya Lintang Pangesti
Assya Lintang Pangesti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Aung San: Sang Tokoh Nasionalis dalam Kemerdekaan Negara Myanmar

20 Juni 2021   04:30 Diperbarui: 20 Juni 2021   21:41 1721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Myanmar, negara yang dahulu bernama Burma akhir-akhir ini tengah menjadi topik hangat di kalangan internasional. Menilik dari segi historis, Myanmar sebenarnya memang sudah merdeka. Perjalanan panjang menuju kemerdekaan tentu tak terlepas dari perjuangan masyarakat hingga kaum intelektual muda. Myanmar merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang pernah mengalami kolonialisasi atas Inggris. 

Berbicara mengenai kemerdekaan, kurang lengkap rasanya apabila tidak membahas bagaimana jejak seorang Aung San terhadap negara Myanmar. Aung San memiliki peran yang cukup signifikan terkait kebebasan Myanmar. Melihat negaranya berada di bawah kekangan bangsa Inggris, Aung San tidak tinggal diam saja. Ia lantas mulai melakukan berbagai pergerakan demi memperoleh kebebasan bagi Myanmar. Sebelum terjadi kolonisasi Inggris, kakek Aung San sempat ikut berjuang dalam peperangan. Sayangnya, beliau gugur. Aung San kemudian melanjutkan perjuangan tersebut.

Mula-mula, Aung San menjadi anggota sebuah organisasi Student’s Union. Mereka melakukan berbagai aksi. Namun, pergerakan ini berhasil diketahui oleh Inggris dimana membuat para pejuang nasionalis ditangkap sementara Aung San dikeluarkan dari Universitas Rangoon. Tahun 1935, Aung San mendirikan Dohbama Asiayone (Kami Masyarakat Burma) yang dikenal juga dengan Thakin. Seiring waktu, Thakin terpecah menjadi tiga kelompok. Pertama, yakni kelompok yang anggotanya mendukung paham komunis, terdiri dari Thakin Soe dan Thein Pe. Kelompok kedua, terdiri dari orang-orang yang dipengaruhi oleh pemikiran sosial-demokratis dengan pemimpin Aung San sedangkan ketiga, yaitu kelompok yang kental dengan ajaran agama Budha dengan beranggotakan Thakin U Ba Swe dan U Nu.

Ketika Perang Dunia II berlangsung, Jepang menginvasi ke beberapa wilayah termasuk kawasan Asia Tenggara. Hal yang melatarbelakangi Jepang melakukan politik ekspansi tersebut guna memenuhi persediaan baik sumber daya alam sampai sumber daya manusia untuk kepentingan perang. Salah satu agen Jepang, Kolonel Keiji Suzuki, diutus agar menghubungi Thakin. Jepang mengetahui bahwa di Myanmar mereka sedang berusaha meraih kemerdekaan dari Inggris. Memanfaatkan kesempatan yang ada, Jepang segera mendekati para tokoh nasionalis.

Aung San sebagai perwakilan awalnya enggan menerima uluran tangan itu. Berbagai upaya dilakukan Jepang supaya Myanmar menerima tawaran mereka dan akhirnya berhasil disetujui. Jepang bahkan berencana memberikan kemerdekaan terhadap Burma, sehingga untuk membuktikan dukungannya, maka pada tahun 1941 hadir Burma Independence Army (BIA) dengan diketuai Aung San. Orang-orang Burma dibekali pelatihan militer yang mana cara tersebut merupakan langkah lebih ekstremis dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Aung San beberapa kali mengubah nama Burma Independence Army (BIA), pada tahun 1942 berganti menjadi Burmese Defense Army (BDA). Masa-masa ini, anggota organisasi kian hari semakin meningkat. Nama organisasi berganti lagi di tahun 1943, yakni sebagai Burma National Army (BNA). Tokoh-tokoh Burma tidak sepenuhnya mendukung Jepang. Ada kelompok yang melakukan perlawanan, tetapi dilakukan dengan gerakan bawah tanah atau diam-diam. Tahun yang sama pula, pergerakan skala kecil dijalankan. Saat mendengar bahwa terdapat ancaman perihal Sekutu atau Inggris akan menyerang Jepang dan Myanmar, Jepang timbul keinginan untuk segera menduduki Burma. Jadi, pada tanggal 1 Agustus 1943, Jepang memberlakukan sistem negara boneka dan Dr. Ba Maw berperan sebagai Perdana Menteri. Kenyataan tentang kemerdekaan Burma ternyata hanyalah harapan kosong. Negara mengalami kekacauan, sebab menjadi lahan perang.

Aung San lalu mengadakan pertemuan dengan pemimpin partai komunis dan sosialis dalam rangka perlawanan Jepang. Ia mempelopori organisasi Anti-Fascist Organisation (AFO) yang nantinya berganti nama menjadi Anti Fascist People’s Freedom League (AFPFL). Pasukan Nasional Burma yang dipimpin oleh Aung San berbalik memihak kepada Inggris. Tokoh-tokoh pimpinan kemudian melakukan perundingan rahasia dengan Mountbatten. Mountbatten memandang Aung San layaknya pemegang kunci terhadap masa depan Burma baik secara militer maupun politik. Alhasil, di tahun 1945 mereka sukses mengusir Jepang dari pendudukan Burma dengan bantuan Inggris.

Inggris kembali berkuasa di Burma dan konstitusi 1937 pun diterapkan. Inggris sangat paham, tidak ada yang Burma inginkan selain kemerdekaan. Tahun 1946, Sir Hurbert Rance yang menggantikan Dorman Smith sebagai Gubernur Jenderal membangun hubungan baik dengan Aung San serta AFPFL yang mengakibatkan proses negosiasi berjalan lancar. Pembentukan AFPFL dapat dikatakan adalah puncak pergerakan nasionalis yang semakin dekat ke arah kemerdekaan Burma. Selanjutnya, pemerintah Inggris membentuk Executive Council dan Aung San dipilih sebagai kepalanya.

Upaya Aung San setelah pendudukan Jepang cenderung melalui jalur diplomasi dan berjalan dengan damai. Aung San berangkat ke London sebagai perwakilan Myanmar untuk mendiskusikan tentang kemerdekaan. Pada 27 Januari 1947, suatu perjanjian berhasil ditandangani yang isinya memuat bahwa Myanmar akan diberikan kemerdekaan dalam kurun waktu setahun.  Aktivitas perjuangan terus digalakkan oleh Aung San beserta rekan-rekannya. Di sisi lain, negara Myanmar nampak mengalami konflik internal, yaitu konflik etnis. Aung San berusaha meredamkan permasalahan ini lebih dulu, tetapi ia malah terbunuh di tanggal 19 Juli 1947 sewaktu pertemuan antar dewan eksekutif. Oleh karena itu, sepak terjang Aung San harus terhenti.

Meskipun demikian, para tokoh nasionalis lain tidak kehilangan semangat untuk terus bergerak meraih kemerdekaan Myanmar. Segala kerja keras membuahkan hasil manis, di bulan Januari 1948 Burma berjaya menjadi negara yang bebas dari tangan Inggris. Peran-peran Aung San sungguh berpengaruh besar terhadap Myanmar. Terlebih, paparan di atas juga menyebutkan seorang Mountbatten mengakui Aung San sebagai pribadi yang kuat.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun