Mohon tunggu...
Asril Adam
Asril Adam Mohon Tunggu... Penulis - Sahabat kopi

Berproses itu berarti menikmati seni

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Anoa Terpenjara

28 Maret 2020   14:19 Diperbarui: 28 Maret 2020   18:30 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture editing by Asril Adam

Maret merah mengibaskan sayap fatamorgana.
Di negeri anoa ribuan bambu telah tertancap.
Saat wabah kematian menerawang setiap lahad.
Mencengkram erat pertanda kegelapan akan bergejolak.
Sementara wabah kekuasaan semakin erat di hati konglomerat.
Ribuan rakyat menangis akibat luka kebisuan.
Belum kering air mata sebab teriakan.
Ribuan bambu kembali ditanamkan sebagai patok kekuasaan.
Aku tidak melihat keadilan.
Sebab mataku telah dibutakan oleh bambu yang tertancap pertanda keserakahan.
Aku mulai lupa akan wasiat pahlawan bangsa.
Sebab di pikiranku wabah kematian telah mendapatkan kemerdekaan.
Kau bertanya mengapa aku tidak berjuang.
Simpan imajinasi mu, sebab bergerakpun aku sudah tidak bisa.
Kebisuan ini sejak awal ku katakan.
Kebebasan hanya milik sang angin.
Yang aku miliki hanyalah kematian.

Kendari, 18 Maret 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun