Mohon tunggu...
Asri Bina Shahifah
Asri Bina Shahifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

be happy:D

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Emosi dalam Sudut Pandang Biopsikologi dan Islam

16 Juni 2021   16:44 Diperbarui: 16 Juni 2021   16:49 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Asri Bina Shahifah (373) - Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

           Keberadaan emosi merupakan hal yang pastinya dimiliki oleh seluruh mahluk hidup, baik itu emosi positif ataupun emosi negatif. Semua emosi pasti memiliki dampak setelah terjadinya dan proses yang terjadi di dalam tubuh. Ketika kita sedang memiliki emosi negatif, pastinya hal disekitar kita terasa tidak menyenangkan dan menyebalkan, begitu juga sebaliknya ketika kita sedang dikuasai oleh emosi positif, semua hal menjadi menyenangkan dan suasana hati kita menjadi baik. Emosi sendiri menurut Daniel Goleman yaitu setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Singkatnya emosi merupakan keadaan di mana kita mengalami perasaan seperti marah, takut, benci, dan senang.

            Bagaimana sih awal mulanya emosi ini bisa terjadi? Seperti apa prosesnya? Emosi sendiri bersumber dari Amigdala, yang terletak di lobus temporal otak. Amigdala adalah pusat dimana emosi-emosi muncul dan diproses (seperti takut dan marah). Amigdala terdiri dari kira-kira selusin nuklei utama, yang masing-masing subnuklei sangat berbeda secara struktural dan masing-masing memiliki koneksi yang berbeda, sehingga kemungkinan besar yang memiliki fungsi yang berbeda pula (dalam Duvarci & Pare, 2014; Janak & Tye, 2015).

            Menurut LeDoux (dalam Kolb & Whishaw 2015),  pemrosesan emosi dimulai dari sensori thalamus yang kemudian dihantarkan ke area korteks dan amigdala. Area korteks dan amigdala saling berinteraksi melalui transformasi area korteks ke formasi hippokampus dan kemudian kembali ke amigdala. Proyeksi dari korteks ke amygdala yang juga saling berinteraksi, memicu pelepasan hormon melalui kelenjar pituitary di hypothalamus, mengaktifkan sistem saraf otonom, membangkitkan perilaku emosional melalui batang otak, dan menstimulasi bangkitan atau atensi melalui otak depan basal.

            Terdapat juga dua teori studi tentang lateralisasi (kecenderungan pemakaian otak) serebral emosi yang paling menonjol:

- model hemisfer-kanan, yaitu tentang lateralisasi serebral emosi. Menjelaskan bahwa hemisfer kanan berspesialisasi pada semua aspek pemrosesan emosi, seperti persepsi, ekspresi, dan pengalaman emosi.

- model valensi, menjelaskan bahwa hemisfer kanan berspesialisasi pada pemrosesan emosi negatif dan hemisfer kiri berspesialisasi pada pemrosesan emosi positif.

            Berkaitan dengan pembahasan emosi dalam sudut pandang Biopsikologi, dalam pandangan islam, ketika kita sedang emosi terutama marah, sedih, takut, ataupun stress semuanya sudah diatur dan tercantum di dalam Al-Quran dan Hadis.

            Hadis yang membahas mengenai marah adalah HR Bukhari No. 5763 dan HR. Muslim No. 2609 yang berisi “Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah”. Selain penjelasan dari hadis ini yang mengatakan bahwa orang yang kuat adalah orang yang bisa menahan amarahnya, Nabi Muhammad bersabda mengenai beberapa cara untuk mengendalikan marah,

  • Diam
  • Menurut Hadis Riwayat Ahmad, “Jika salah seorang diantara kalian marah, diamlah”. Diam ketika marah dapat meminimalisir diri kita saat emosi, karena bisa saja ketika kita berbicara justru menyakitkan perasaan orang yang mendengarnya. Hal itu disebabkan karena kita sedang marah dan tidak mengontrol emosi kita.
  • Merubah Posisi
  • Menurut Hadis Riwayat Abu Daud, Rasulullah SAW bersabda, “Bila salah satu diantara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap maka berbaringlah”. Nabi Muhammad SAW menganjurkan hal ini supaya kita dapat menstabilkan emosi kita.
  • Mengambil Wudhu
  • Dalam Hadis Riwayat Abu Daud disampaikan, “Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” Dengan berwudhu, yang dimana wudhu ini menggunakan air, membuat kita akan lebih tenang karena suhu tubuh kita akan distabilkan oleh air wudhu tersebut.
  • Mengingat Janji Allah
  • Disampaikan pada Hadis Riwayat Abu Dawu, at-Timidzi, dan Ibnu Majah, “Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah SWT akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah SWT membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya”. Yang berarti jika kita dapat menahan marah kita pada hari kiamat nanti kita bisa dihadiahkan bidadari. Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah berkata apabila kita dapat menahan amarah, maka surga hadiahnya bagi kita. Maka agar dapat menahan emosi kita, dianjurkan mengingat hal-hal seperti ini karena ganjarannya yang luar biasa.

             Nah, bagaimana jika kita sedang mengalami emosi positif? Seperti Bahagia? Ketika merasakan kebahagiaan kita dianjurkan untuk mengucap Alhamdulillah dan berterima kasih atas kebahagiaan yang dilimpahkan kepada kita, sebagai bentuk syukur dan terima kasih kepada Allah SWT.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun