Mohon tunggu...
asri supatmiati
asri supatmiati Mohon Tunggu... Editor - Penuli, peminat isu sosial, perempuan dan anak-anak

Jurnalis & kolumnis. Penulis 11 buku, 2 terbit juga di Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sudahkah Mewarisi Islam? #28

2 Juni 2017   16:50 Diperbarui: 2 Juni 2017   17:03 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudahkah Mewarisi Islam? 

Dulu, kalau baca majalah, suka ada wawancara ke artis atau orang ngetop dengan pertanyaan kayak gini: “Jika ada kesempatan dilahirkan kembali, inginnya jadi siapa?” Dan, sang artis akan menjawab nama idolanya. Kira-kira kalau pertanyaan itudiajukan ke anak-anak muda  sekarang, mungkin akan menjawab: inginjadi Raisa. Doi tunangan aja, sampai-sampai terjadi gelombang#haripatahhatinasional. 

Nah, waktu saya masih culun itu, saya membayangkan salah satu sosok yang dipuja sedunia: Lady Diana.Hmmm...coba lahir seperti dia. Hidup di istana, kaya, cantik dan dipuja. Padahal  hidupnya pun tak seindah di majalah. Jadi sorotan paparazi, sang putri terjebak bulimia. Akhir hidupnya pun merana. Tewas tragis dalam tragedi kecelakaan.  

Beda kalau ditanya sekarang, saya akan membatin: pengin lahir sebagai Khadijah atau Aisyah, istri Rasulullah SAW. Walau hidup di zaman onta, nggak ada FB nggak ada WA; nggak bisa ngalor-ngidul suka-suka, saya rela hehe... Suer! Baca profil beliau-beliau itu, saya terlalu cemburu. Ah...betapa mulianya. 

Tapi, tentu saja itu cuma pertanyaan iseng ala-ala anak remaja yang kurang kerjaan. Siapapun manusia di dunia ini nggak ada yang bisa memilih, dia mau lahir sebagai siapa, dari orangtua mana, di negara apa, ras kulit warna apa dan agamanya apa. Itu namanya qodho (ketetapan) Sang Pencipta. Ya udah sih, terima apa adanya. 

Meski begitu, kelak dia bisa memilih akan jadi seperti apa. Mau jadi artis seperti Raisa, wanita karir, dokter, guru, ulama atau ratu di rumah suaminya. Dalam proses panjang perjalanan hidupnya, ia sendiri bisa mengarahkan hidupnya mau ke mana. Ini wilayah  yang manusia ada campur tangan untuk memilih, tidak given begitu saja dari Sang Pencipta. Di sini kita nggak bisa main pasrah aja. Harus ikhtiar mewujudkan impian.

Nah, ketika kita lahir sebagai Muslim, dari orangtua Muslim, memang benar kita nggak bisa memilih. Tapi, Allah yang memilihkan. Pasti itulah yang terbaik. Tapi, mau jadi Muslim seperti apa, itu pilihan kita. Maka, lahir dari orangtua Muslim adalah anugerah terindah dalam hidup ini. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah: syukur sepenuh hati. Bukan merasa biasa saja, apalagi menyesalinya. 

Ya, dengan lahir dalam keluarga Muslim, hidayah untuk memeluk agama Islam dengan sebenar-benarnya terbuka lebar. Karena, meski kita lahir Islam, otak kita tidak otomatis terinstal dengan pemahaman Islam kafah. Pemahaman Islam tidak mengalir dalam darah secara otomatis, tidak tercetak dalam kromosom, atau seperti chip/software yang tertanam dalam tempurung otak kita tanpa perlu usaha.

Jangankan soal agama, soal ilmu kehidupan pun membutuhkan proses pendidikan dan pemahaman seumur hidup. Saat bayi, belajar merangkak, berdiri, berkata-kata, mengenal benda-benda, mengeja kata dan angka, dan seterusnya. Semuanya berposes sepanjang tumbuh kembang manusia. Perlu diajarkan, ditunjuki yang benar. 

Demikian pula dalam beragama, tidak paham begitu saja sejak lahir seketika. Bayi Islam, tidak otomatis langsung tahu cara wudhu. Hapal doa makan. Ngerti cara salat. Bisa memilih makanan halal. Makanya, waktu bayi segalaaa...dimasukkan mulut. Diemut-emut.  Belum ngerti apa-apa.  

Selama proses tumbuh kembang itulah, perlu proses pembelajaran dengan menginstal sedikit demi sedikit ajaran Islam hingga kafah. Saat sebelum baligh, tanggungjawab menginstal pemikiran Islam itu di tangan orangtua dan guru (orang menuduhnya sebagai “doktrin”). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun