Mohon tunggu...
asri supatmiati
asri supatmiati Mohon Tunggu... Editor - Penuli, peminat isu sosial, perempuan dan anak-anak

Jurnalis & kolumnis. Penulis 11 buku, 2 terbit juga di Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korelasi Wisata dan Status Bencana

21 Agustus 2018   17:58 Diperbarui: 5 Juli 2019   16:05 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Asri Supatmiati

Jurnalis

Status bencana Lombok jadi polemik. Istana enggan menetapkannya sebagai bencana nasional. Alasannya, takut sektor wisata lumpuh. Toh penanganannya sudah sesuai standar nasional. Status itu kan hanya istilah. Lah, apa gunanya undang-undang?

"Begitu dinyatakan bencana nasional maka seluruh Pulau Lombok akan tertutup untuk wisatawan dan itu kerugiannya lebih banyak," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Senin (20/8). Itu benar-benar bisa menutup pintu wisatawan dalam, bahkan luar negeri ke seluruh Pulau Lombok hingga Bali (cnninconesia.com).

Untung Rugi

Jadi jelas. Ujung-ujungnya soal uang. Berhitung untung-rugi. Padahal, begitu Lombok digoyang hingga mencapai 355 kali dalam sepekan, turis-turis 'lari' meninggalkan wilayah itu. Bahkan dikutip dari akun Twitter Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho pada Senin (6/8), sebanyak 1.000 turis domestik dan mancanegara telah dievakuasi. Wisatawan tersebut berasal dari Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno di Lombok Utara.

Lokasi-lokasi wisata inipun rusak berat. Banyak bangunan di Gili Trawangan yang rata dengan tanah. Tembok retak dan saling menimpa bangunan satu dengan lainnya. Resto dan kafe juga ikut roboh. Pantai dan pelabuhan rusak cukup parah akibat gempa yang terjadi pada Minggu (5/8) malam.

Papan reklame hingga jembatan penyeberangan menuju kapal roboh. Restoran, hotel dan beberapa toko lokal ditutup sementara waktu. Abie, pemilik dari agen wisata Glass Bottom Boat menuturkan, hampir semua orang mengungsi. "Gempanya dahsyat Mbak, semua rumah roboh rata sama tanah, khususnya di bagian Lombok Utara. Semua orang mengungsi, saya juga. Sekarang saya di tempat pengungsian tepatnya di atas gunung untuk cari aman," ceritanya saat dihubungi kumparanTRAVEL lewat aplikasi pesan WhatsApp (kumparan.com).

Jadi, tanpa status bencana nasional pun, turis sudah berpikir dua kali untuk datang ke lokasi bencana. Selain ancaman bahaya gempa susulan, juga karena kerusakan-kerusakan di lokasi wisata. Apa indahnya melihat tempat wisata yang porak-poranda? Bukankah ini malah bikin kapok yang sudah terlanjur datang?

Atau, mungkinkah memang wisatawan diharapkan hadir di lokasi bencana? Supaya bisa selfie-wefie di atas puing-puing derita? Mengabarkan pada dunia nestapa warga setempat? Karena, moment bencana pun, toh layak dijadikan status manusia milenial. Tak perlu menunggu status nasional, biarlah warga dunia maya yang mengabarkan dahsyatnya dampak bencana.

Tegakkan Aturan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun