Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary

Karena Satu Hal, Aku Belajar Mengolah Rasa

29 Mei 2021   21:21 Diperbarui: 29 Mei 2021   21:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semasa sekolah dulu, papa pernah bilang,

Mengolah rasa itu tak semuda mengolah makanan, meraciknya menjadi kumpulan rasa yang membawa kita seakan masuk di dalam olahan rasa, pahit, manis, suka, perih, pedih, benci bahkan cinta. Terkadang kita pun tak tahu apakah yang kita olah tadi adalah bagian diri yang terdalam yang kita sembunyikan agar tak satu pun yang tahu bagaimana rasa yang menyelimuti kita selama ini.

Rasa bukanlah makanan yang kita tumpahkan di piring dengan berbagai lauk pauk serta sayur mayur. Setiap rasa mempunyai kotak kotak yang mesti diolah satu persatu setelah tahu ujungnya ke mana maka baru bisa kita jadikan satu.

Menikmati setiap rasa pun berbeda. Terkadang kita berada diposisi yang menyakitkan, menyenangkan, sedih bahkan gembira. Mampukah kamu mengolahnya menjadi sebuah sajian yang pantas disajikan.

Mengolah rasa ada masa tertentu, mungkin ada di saat  usia muda, akan mudah untuk mengolah rasa, ada juga setelah berusia lebih, baru bisa mengolah rasa. 

Sejak masa sekolah papa selalu mengajarkan aku untuk mengolah rasa yang aku punya dengan menjadi sebuah karya, walau hanya tertuang di buku usang. Suatu saat semua akan menjadi pembelajaran diri, mengerti untuk bersikap bila semua berulang.

Secara tidak langsung kita belajar mengenal diri kita sendiri, mengolah emosi, sifat simpati dan empati. Ada kalanya kita tak memperlihatkan namun menjadikan sebagai tulisan yang bisa berupa cerita atau sekedar sebait puisi.

Di masa masa sekolah Diary adalah teman yang terbaik yang di punya yang mampu menampung segala rasa yang terkadang rasa itu tak mampu dipahami bahkan orang terdekat tak paham dengan apa yang kita tuangkan kecuali dia tahu betul apa yang kita alami.

Di sini, aku bisa bilang apa yang tertulis baik berupa cerpen atau puisi adalah sebuah rantai kehidupan diri yang terus bersambung dari kisah lalu yang berulang atau kisah yang dilewati  dimasa sekarang. Mungkin aku terbiasa dari dulu untuk mengolahnya menjadi sebuah cerita ataupun puisi. 

Dimasa tergila gila dengan tulisan, aku bisa menulis sehari bisa menghasilkan sepuluh cerpen dan berbagai puisi semua hasil dari rasa bahkan mencoba mengada ada dalam keseharian. 

Pernah menulis tentang poligami yang aku beri judul "SAHABATKU MADUKU," tertuang di buku antologi  bersama yang di beri judul, "BERBAGI ABI" dan aku juga menulis tentang penderita kanker yang diberi judul "Mereka Menguatkanku Menghadapi Vonis Dokter" yang tertuang di antologi bersama berjudul "HIKMAH SAMUDERA KESABARAN," tak ubah dengan tulisanku yang lalu, banyak yang menanyakan kebenarannya, benarkah aku mengalami semua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun