Kenyataan yang jelas terlihat adalah dilingkupÂ
kompleks instansi. Perubahan demi perubahan menjelang lebaran.Aku tipe yang masa bodoh, orang mau beli apa, mengenakan apa dan sebagainya. Mungkin waktu anak anak masih kecil, meminta dibelikan baju dan sepatu untuk lebaran.
Bila mereka berkumpul, pada nanyain, bajunya beli berapa, sepatunya merek apa?. Mungkin bukan hanya kebiasaan ruang lingkup kompleks saja.Â
Selalu menerapkan kepada anak anak sedari kecil, untuk berbagi lebih penting dari pada selembar baju yang baru saja di beli.Â
Kebiasaan itu terbawa hingga sekarang, tidak ada yang meminta untuk dibelikan baju atau sepatu. Karena saat mereka punya uang lebih mereka akan membeli sendiri sepatu atau baju tanpa menunggu momen lebaran.
Mungkin istimewanya penjahit itu, bisa menjahit baju sendiri dan memodifikasi yang lama menjadi kelihatan baru, tanpa harus membeli baju yang baru.
Terpenting niat kita  dan tujuan untuk memberi maaf di saat lebaran. Tak perlu baju, sepatu, perabot baru seperti yang terlihat di lingkungan kompleks ini.
Demi sebuah gengsi dan dianggap berada berlomba lomba untuk membeli sesuatu yang sebenarnya sudah ada. Hanya memenuhi ruang dan berkesan mubazir.
Untuk keluarga kecilku tak ada yang mesti harus dibeli saat lebaran. Tradisi makan makan itu yang dititik beratkan karena semua kalangan akan kumpul dirumah.Â
Kalau menu makanan, disaat lebaran akan sedikit lebih istimewa dari biasanya. Mencoba memberikan sajian yang terbaik yang dipunya. Terlebih meracik sendiri, akan begitu terasa makna yang kita terima.Â
Lebih prihatin menjalani lebaran lebih baik, prihatin dari segi apapun boleh namun jangan pernah prihatin dari segi makanan.