Ternyata selama ini aku hanya berjalan di tempat, tanpa ada langkah bahkan suara. Otakku memerintahkan untuk jalan tapi mataku tak mampu untuk menuntun langkahku.Â
Otakku memerintahkan untuk mendengarkan langkah tapi nyatanya telingaku tidak mendengar. Berapa jauh perjalanan kedepannya aku sendiri tidak tahu.
Bathin kubilang majulah walau terlambat sekali pun itu merangkak dan meraba, mungkinkah? Aku selalu bilang ke anak anak dimasa mereka untuk berada di jenjang berikutnyaÂ
" Tes dulu ya nak, hitung hitung uji nyali mampu nggak adek menembus  sekolah negeri," kataku pada anak bungsu.Â
Setiap bungsu akan menerus ke jenjang berikutnya dari sd hingga sma. Tapi untuk kejenjang berikutnya pilihannya sendiri walau aku ingin dia ikut tes kedokteran. Langkah selanjutnya aku hanya menyerahkan pada si bungsu tak ingin memaksa.
Begitu pula dengan sulungÂ
" Coba dulu mas, kalau kita salah kita yang harus membenarkannya dan apa kata dunia kalau mas kuliah di mana dan wisudanya di mana," kataku pula dengan  sulung.Â
Sulung pun mengejar ketinggalannya dan akhirnya bisa di wisuda
Di saat masa kuliahnya untuk tehnik mesin hanya lima tahun, sulung terlena dengan kakak tingkat yang lalu yang menyelesaikan studinya tujuh tahun.Â
Dengan anak perempuan pun begitu ketika dia bimbang menjalani studi di PenerbanganÂ
"Ingat nak, ini pilihan yang kau pilih sendiri, tanpa mama dan papa paksa, kalau kita sudah berani memilih apa yang kita mau, kita harus bisa bertanggung jawab dengan apa yang kita pilih,"Â