Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjelajahi Eksotisme Tana Humba

6 November 2017   15:44 Diperbarui: 28 Agustus 2019   13:04 3783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"We travel, some of us forever, to seek other places, other lives, other souls."--Anas Nin

Perbedaan suku, bahasa, dan budaya, membuat Indonesia kaya akan keragaman, disertai keindahan alam dan kelezatan makanan tradisional adalah daya tarik tersendiri bagi para traveler.

Sebulan lalu saya berjumpa dengan beberapa backpacker dari Prancis di Bali, mereka bilang bahwa ketika mengunjungi satu pulau kemudian ke pulau lain di Indonesia, rasanya seperti berada bukan di Indonesia. Padahal pulau tersebut masih dalam wilayah Indonesia. Saya pikir itu merupakan sebuah pujian bagi Indonesia saya yang kaya akan keragaman dan keindahan. I am proud to be Indonesian!

Sayangnya, terkadang akses transportasi di beberapa tempat masih sulit dijangkau sehingga para traveler mengurungkan niatnya untuk mengunjungi tempat tersebut. Tapi, saya percaya bahwa tidak ada harta karun yang tergeletak begitu saja di permukaan tanah, melainkan kudu digali. You know what i mean? Kebanyakan daerah pedalaman, akses transportasi sulit, belum terlalu populer, terpencil, dan sulit sinyal justru surganya keindahan.

Berdasarkan insting dan rasa penasaran, akhirnya saya memutuskan untuk memilih travelingke Pulau Sumba. Sumba? Samakah dengan Sumbawa? Honestly, saya pun sempat menyangka kalau Sumba itu Sumbawa. Pulau Sumba berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan Pulau Sumbawa berada dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Bagaimana saya bisa sampai Sumba? Berawal dari chat lewat FB dengan seorang perempuan Sumba yang kenal dari sebuah projek menulis tentang Jelajah Nusantara (bukunya bisa didownload. Jika minat nanti saya kasih link). Beberapa hari saya ganggu dia dengan menanyakan segala sesuatu tentang Sumba sembari browsinglewat internet. Hingga saya bilang, "Kak, Minggu depan sa ke Sumba..."

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Jum'at, 15 September 2017, akhirnya saya menginjakkan kaki di Tana Humba. Sekitar satu-setengah jam terbang dari Denpasar menuju Bandara Umbu Mehang Kunda di Waingapu, Sumba Timur. Selamat datang di Sumba! Pulau yang mempunyai sepasang matahari, atau bahkan empat matahari.

Kak Diana menjemput saya di Bandara ditengah kesibukannya menjadi pemateri dalam acara seni yang digelar di GKS Waingapu kala itu. Saya diajak ke sana dan dikenalkan kepada beberapa temannya setelah sebelumnya check in di hotel yang sudah saya booking lewat aplikasi yang berlogo burung.

Kami mengobrol tentang feminisme, emansipasi, budaya Sumba, dan tentu a big plan untuk keliling Sumba Timur. Sebagai ucapan selamat datang, malam pertama di Sumba, saya berkesempatan menyaksikan pentas seni karya para seniman dari Nusa Tenggara Timur. Ada pembacaan puisi, monolog, drama, hingga menikmati alunan suara emas anak-anak Humba.

Keesokan harinya, saya, kak Diana dan 2 teman perempuan lain (kak Yetty dan kak Citra) dari Sumba Tengah, berangkat mencari harta karun dengan ditemani teriknya matahari Sumba. Saya dapat pinjaman motor dari teman kak Diana. Akses transportasi memang masih sulit, naik motor adalah pilihan terbaik. (Rasanya saya baru menemui kendaraan semacam angkot saat di Sumba Barat). So, kalau traveling ke Sumba, kalian bisa sewa motor atau mobil. 

Hotel tempat saya menginap menyewakan motor dengan harga sewa per hari sebesar 50 ribu, namun hanya boleh untuk keliling Waingapu saja. Saya tanya kenapa? Katanya pernah ada seorang tamu laki-laki dari Jakarta mengalami kecelakaan karena mungkin kurang tahu medan di Sumba Timur katanya, sehingga pihak hotel merasa kurang enak jika harus mengulang berurusan dengan tamu masalah perbaikan motor. Untung saja saya dengar penuturan resepsionis hotel ini usai seharian naik motor keliling Sumba Timur. Syukur alhamdulillah, saya dan yang saya bonceng selamat dalam lindungan Tuhan.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Ok, balik ke cerita petualangan mencari harta karun. Sekitar jam 10 WITA kami berempat berangkat dari Waingapu menuju Kanatang, tempat mekarnya bunga sakura. Sakura? Ya, masyarakat Sumba punya sakura sendiri. Mereka menyebutnya konjil, bunga sakura di tengah sabana, saya menyebut bunga itu "harapan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun