Mohon tunggu...
Asmirizani
Asmirizani Mohon Tunggu... Penulis - Ketua Forum Penulis, FLP Kalbar

Literasi, Edukasi, dan Reaksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Tidak Sekolah, tetapi Ibu Guru Pertamaku

6 Desember 2020   16:18 Diperbarui: 6 Desember 2020   16:38 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

karya Asmirizani

Sosok ibu tidak akan terlupakan oleh anak. Sejauh apapun raga anak terpisah dari ibu tetapi pikiran anak akan mengenang ibu. Pengalaman yang aku alami di saat pisah lama dari ibu bahwa adanya rasa rindu. Ketika itu untuk pertama kalinya, aku menangis karena perempuan (ibu).

Semua orang tahu bagaimana peran penting ibu dalam keluarga. Terlebih peran ibu sekolah pertamaku dalam mengasah, mengasih, dan mengasuh anak dengan sabar dan tulus terkadang mengorbankan jiwa dan raga. Apapun dilakukan ibu demi anak dan keluarga selagi hal tersebut baik adanya.


Ibu sekolah pertamaku yang  menjadi guru pertama dalam mendidik. Betul adanya perkataan Ki Hadjar Dewantara bahwa setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah. Ibu mengajarkan banyak hal, seperti hal kecil dan dasar yang bermakna. Ibu sedikit demi sedikit mendidikku dari yang tidak tau menjadi tau. Ibu mendidikku dari yang tidak bisa menjadi bisa. Ibu mendidikku yang bersikap tidak baik menjadi bersikap baik.

Ibuku yang tidak selesai sekolah dasar menjadi guru pertamaku di rumah dalam membentuk karakter diri dengan memberikan contoh tindakan baik. Ibuku menjelaskan secukupnya dan mencontohkan karakter baik berulang kali walaupun aku sebagai anak masih saja membantah. Namun, ibu tidak putus asa untuk lagi dan lagi mengingatkanku.

Kasih yang ditanamkan ibu padaku akan membekas. Ibu mendidik tidak dengan paksaan, tetapi mendidik dengan kasih sayang. Pembelajaran praktik langsung dari ibu menjadi pengingat diri untuk melakukan tindakan kasih dan sayang dengan sesama.

Bagi ibu, anak laki-laki yang sudah menikah masihlah tetap dianggap kanak-kanak. Ibu menyiapkan kebutuhan anaknya dan diperlakukannya seperti kanak-kanak saat berkunjung di rumah. Ibu menyajikan makanan asam pedas kesukaanku supaya makanku lahap katanya. Karena sewaktu kecil aku orang yang susah makan dan susah diatur kata ibu melanjutkan omongannya.

Kasih ibu tiada batas ruang dan waktu. Hal tersebut jelas tertuang dalam lagu bahwa kasih ibu tak terhingga sepanjang masa. Ia terus mengasihi dan menyayangi anak sampai hayat. Terkadang anak yang sudah menikah pun masih dikasihi dan disayangi oleh ibu. Sebaliknya, sudahkah kita mengasihi dan menyayangi ibu?

Aku jadi teringat kisah dua anak lelaki bersaudara yang memperebutkan hak asuh terhadap ibunya yang sudah renta. Bisa jadi perebutan hal semacam ini sangat susah ditemukan di zaman sekarang. Pola asah asih asuh ibu terhadap anaknya dalam kisah tersebut dapat dikatakan berhasil menanamkan karakter baik pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa ibu sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Cerita lainnya tentang seorang anak yang menggungat ibu karena masalah uang. Ibu yang sudah renta tersebut tidak merasa dendam. Ibu tersebut malah merasa rindu untuk bertemu anaknya. Bahkan Sang ibu selalu mendoakan anaknya. Bisa jadi berdosa dan durhaka bagi anak menggungat ibu. Jangankan menggungat, berkata tinggi saja sudah berdosa pada ibu.

Sudah sepatutnya seorang anak menghormati dan menyayangi ibu. Pesan Nabi Muhammad untuk menghormati ibumu, ibumu, ibumu, dan bapakmu. Jelas sekali, Nabi Muhammad menekankan dengan pengulangan terhadap kata ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun