Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Money

Rendahnya Literasi dan Emosionalitas Beragama di Indonesia

16 Mei 2018   08:31 Diperbarui: 18 Mei 2018   03:51 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin saya sempat menulis sebuah artikel yang bermaksud untuk membuka pikiran kita dan berhenti untuk menyangkal bahwa memang pada faktanya teroris yang sudah melancarkan aksinya di Indonesia, beragama Islam.

Sekali lagi saya garis bawahi ber-agama, imbuhan 'ber' disini berfungsi menunjuk pada kata kerja, yang artinya ada subjek yang sedang melakukan pekerjaan (individunya), bukan mengacu pada agamanya.

Pada bagian ini opini masyarakat terbagi manjadi dua. Opini pertama beranggapan bahwa: mereka bukan bagian dari Islam (dalam konsep ajaran sesungguhnya). Pada bagian ini saya sependapat, bahwa pada sejatinya memang tidak ada satu ajaran agamapun yang menganjurkan untuk berbuat jahat, justru mengajak pada kebaikan.

Opini yang kedua, para pelaku teroris tersebut, anda suka ataupun tidak, mereka menganggap diri mereka beragama Islam, dan tujuan dari perjuangan mereka untuk menegakkan sistem pemerintahan yang berlandaskan pada 'syariat Islam'. Disini saya tidak bisa memastikan syariat Islam seperti apa yang dipahami oleh pelaku teroris tersebut mengingat saya juga tidak pernah melakukan interview dengan mereka.

Tapi saya lebih cenderung melihat peristiwa ini pada posisi lain, bahwa secara abstrak, kita bisa mengatakan mereka beragama Islam, mulai dari bacaan, cara beribadah, keyakinan mereka akan siapa sang pencipta, identitas (KTP), tidak serta merta menggugurkan mereka tidak beragama Islam, terlepas perilaku teror mereka sangat tidak Islami.

Disini apa bedanya seorang pembunuh berantai/massal yang membunuh orang tanpa alasan ideologis, dengan orang yang membunuh dengan alasan ideologis. Keduanya sama-sama melakukan kesalahan (membunuh). Tentu ini bisa diperdebatkan sampai berjilid-jilid, karena masing-masing orang memiliki pola pikir dan cara pandang sesuai dengan bekal pengetahuan (teori) yang dipahaminya. Saya tidak ingin memonopoli kebenaran, tidak juga ingin memaksakan kebenaran yang saya pahami kepada orang lain.

Tulisan saya yang berjudul: Berhentilah Berdalih, Mereka Islam dan Teroris, sama sekali tidak bertujuan untuk mendeskreditkan agama tertentu. Dikesempatan ini, saya ingin menganalogikan, kalau anak anda berbuat kejahatan keji, apakah anda akan mengatakan dia bukan anak (keluarga saya)? kemudian pura-pura merasa tidak memiliki tanggung jawab untuk memperbaikinya. Atau anda berani dan tidak malu mengakui bahwa benar ia adalah anak anda, dan anda sebagai orang tua bertanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan tersebut.

Bagi saya kenyataan memang pahit dan tindakan mereka yang mengatas namakan Agama Islam, benar-benar keji dan memalukan. Tapi tidak lantas kemudian kita seolah-olah tidak memiliki peran dan andil apapun untuk memperbaikinya atau bisa jadi kita sudah melakukan pembiaran dengan diam membiarkan ceramah-ceramah agama bermuatan politis dan sara disuarakan di toa-toa masjid, dipengajian, di bangku kuliah/kelas, youtube, media massa dll.

Mampukah kita menegur teman kita yang dengan begitu kasarnya mengatai orang lain yang berbeda keyakinan bahwa mereka kafir. Kita semua boleh berbalut baju agama, belum tentu sifat dan pemikiran kita juga sesuai ajaran agama. Apalagi kalau tindakan kita hanya didasari oleh emosi semata.

Refleksi Kecakapan Literasi

Pada bagian ini saya ingin membahas tentang ulasan artikel saya yang berjudul: Berhentilah Berdalih, Mereka Islam dan Teroris. Saya ingin menitik beratkan pada data statistik respon dan perilaku/behaviour dari netizen yang menanggapi artikel saya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun