Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Era Industri dan Tantangan Indonesia di Tahun 2030

21 April 2018   00:47 Diperbarui: 21 April 2018   04:20 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ekoper.si

Revolusi industri yang pada awalnya berawal di abad ke-18 telah membawa banyak perubahan pada mekanisme produksi barang dan jasa, seperti halnya penemuan mesin jahit, mesin uap, semen, dan lampu.

Sekarang pola industri manufaktur telah berubah mengikuti perkembangan teknologi, terutama dibidang teknologi informasi. Pergeseran pola industri yang mengembangkan penggabungan industri manufaktur dengan sistem digital dan online disebut juga dengan Industri 4.0.

Industri 4.0 telah merubah total pola produksi industri dengan merekonstruksi alur kerja ke arah yang terpusat secara digital sedangkan proses produksi lebih terdesentralisasi, sehingga menghemat biaya produksi, dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Jenis industri ini sangat bergantung pada kombinasi pengembangan software dan perangkat keras, sehingga bisa menjadikan proses industri yang bersifat otomatis atau Automation.

Secara sederhana konsep utama dari industri 4.0 disederhanakan oleh Salkin et.al dalam buku Industry 4.0: Managing the Digital Transformation mendefinisikan industry 4.0 sebagai sebuah proses integrasi antara fasilitas produksi, rantai pasokan, dan sistem jasa yang mampu menetapkan secara pasti jaringan yang menambah nilai tambah pada barang dan jasa.

Untuk bisa mencapai proses adaptasi tersebut, dibutuhkan 3 komponen penting yang harus dimiliki oleh industri di suatu negara.

Pertama adalah harus ada integrasi secara horizontal dengan nilai tambah, dan vertical integrasi dengan jaringan manufaktur dan ada teknologi yang mampu mengevaluasi nilai akhir dan kualitas barang dan jasa tersebut.

Contoh sederhana misalnya ketika konsumen memesan jasa Ojek lewat aplikasi online, maka dalam proses itu sistem secara otomatis akan memilih pengemudi yang telah ditentukan melalui algoritma komputasi berdasarkan pengendara yang paling ada dan paling dekat jaraknya dengan konsumen dan sekaligus menetapkan harga sesuai dengan jarak tempuh.

Dan pada akhir proses tersebut, konsumen lah yang akan menentukan nilai kualitas atas jasa yang telah disediakan. Dalam keseluruhan integrasi proses tersebut mulai dari proses order sampai pada masa akhir transaksi, keseluruhan menggunakan sistem komputerisasi.

Hal yang serupa juga akan sangat bermanfaat di dunia kesehatan terutama untuk penyakit yang membutuhkan penanganan yang cepat seperti operasi sedangkan tenaga medis yang terbatas.

Dengan penggunaan mesin dan teknologi digital akan memudahkan dan mempercepat penanganan dengan risiko kesalahan yang lebih kecil karena tidak adanya faktor psikologis dan stamina yang memengaruhi proses tersebut.

Kedua adalah kemampuan teknologi yang mumpuni. Kemampuan teknologi ini masuk pada pengembangan sistem software dan hardware, serta harus didukung oleh jaringan internet yang cepat, serta jangkauan jaringan internet yang menyeluruh sehingga mampu menjangkau konsumen di manapun mereka berada.

Ketiga adalah kemampuan sumber daya manusia yang cakap dan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat. 

Tantangan Buat Industri di Indonesia 

Ada banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secepatnya oleh semua pihak termasuk pemerintah, pelaku industri, penyedia jasa, dan konsumen sendiri.

Pemerintah dalam hal ini harus bisa membuat kondisi yang ramah dan kondusif untuk industri tersebut berkembang dengan baik. Contoh sederhana pemerintah sebagai penyedia pasokan listrik melalui PLN harus bisa menjamin keterjangkauan akses pada listrik di seluruh daerah, sehingga industri bisa tumbuh di tempat yang masih memiliki biaya produksi yang rendah, ketimbang daerah-daerah yang padat dan sudah menerapkan standar gaji yang tinggi seperti Jakarta.

Di samping itu jaringan telekomunikasi dan kecepatan akses internet harus diperbaiki. Di tahun 2017 Indonesia masih bertengger di urutan ke 75 di antara negara-negara yang memiliki akses tercepat.  

Sementara yang berada di urutan pertama di tempati oleh Singapura dan Korea Selatan di urutan kedua. Kecepatan internet di Korea Selatan sendiri diprojeksi akan menggunakan teknologi 5G di tahun 2020, sedangkan di Indonesia sendiri, jumlah pengguna internet sekitar 143 juta ditahun 2017 akan tetapi jaringan 4G belum menyebar merata di seluruh Indonesia.

Bahkan di beberapa daerah di Indonesia misalnya di wilayah Raja Ampat, Maluku, Papua dan bahkan beberapa wilayah di Sulawesi Selatan belum tersentuh oleh jaringan telekomunikasi. Sehingga perkembangan informasi di wilayah tersebut menjadi sangat terbatas, belum lagi wilayah-wilayah yang memiliki kecepatan internet purbakala.

Yang paling penting adalah kemampuan dari sumber daya manusia itu sendiri. Hal ini hanya bisa dicapai dengan membangun kondusi yang kondusif agar teknologi bisa berkembang dan dikembangkan oleh para akademisi dalam kampus yang bisa diintegrasikan kedunia industri.

Ini bisa ditempuh dengan mengalosikan dana penelitian dan pengambangan teknologi pada kampus-kampus yang potensial.

Skema ini bisa juga ditempuh dengan menjalin kerjasama kolaborasi dengan kampus-kampus lain untuk pengembangan teknologi tertentu. Dengan begitu maka akan jelas dan terukur capaian pengembangan teknologi untuk mendukung industri Indonesia.

Negara juga jarus mengapresiasi hasil karya anak bangsa, karena banyak karya anak bangsa yang lebih dihargai dan dinilai tinggi di negara lain ketimbang di negara sendiri. Sehingga banyak hak paten yang harusnya dimiliki dan digunakan oleh bangsa Indonesia tapi kemudian dipatenkan oleh dan di negara lain seperti di Malaysia.

Kalau hal ini tidak diantisipasi lebih awal maka jangan harap kita bisa berkompetisi dengan negara lain di tahun 2030, di mana pada tahun 2030 akan memasuki era digital ekosistem yang ditandai dengan Jaringan integrasi nilai tambah yang lebih flexibel, proses virtualisasi misalnya virtual kostumer service, dan virtual konsumen, maupun virtual asisten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun