Mohon tunggu...
Asmiati Malik
Asmiati Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Political Economic Analist

Political Economist|Fascinated with Science and Physics |Twitter: AsmiatiMalik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Pembangunan Pendidikan di Indonesia Seperti Ayam dan Telur?

20 April 2018   00:52 Diperbarui: 20 April 2018   01:16 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M Latief/KOMPAS.com

Setelah hampir delapan dekade menikmati kebebasan dari penjajahan. Namun wajah pembangunan pendidikan di Indonesia masih jauh di bawah harapan. Bahkan di negara-negara ASEAN, kualitas indeks daya saing manusia adalah nomor 113 di dunia, dan bahkan di bawah Singapura, Malaysia, Thailand pada tahun 2016.

Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia menyumbang 40%  pasar ekonomi ASEAN. Alokasi 20% dari total APBN atau sekitar US $ 25 miliar dalam anggaran pendidikan sejak 2008, menyusul keputusan mahkamah konstitusi Indonesia No: 013 / PUU-VI / 200 tidak tercermin dengan baik pada indeks pembangunan manusia sampai sekarang.

Akibatnya, tidak ada hubungan konsep Triple Helix antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri. Triple Helix adalah sebuah konsep pembangun yang membangun hubungan yang kuat antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri untuk mencapai percepatan dalam inovasi.

Pada faktanya tidak universitas di Indonesia yang masuk 100 universitas terbaik di dunia. Bahkan kinerja sektor pendidikan mundur di tahun 60-an di mana mahasiswa dari Malaysia pergi untuk belajar di Indonesia,. Bahkan sekarang mahasiswa Indonesia yang pergi untuk belajar di negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.

Dari  sektor industri itu sendiri, belum ada industri modern yang berbasis teknologi modern dengan nilai-tambah tinggi dengan penggabungan inovasi industri manufaktur  yang pernah tumbuh di Indonesia.

Sebaliknya, penerimaan negara sangat tergantung pada ekspor sumber daya energi seperti minyak, gas dan batubara.

Ini selalu menimbulkan tanda tanya kenapa apa yang salah secara teknis dan filosofis di sistem pendidikan Indonesia. Mengapa bahkan dengan seperti alokasi dana yang begitu banyak untuk pendidikan tidak cukup efisien untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.

Kebijakan yang salah

Prioritas pembangunan Jokowi pada pembangunan infrastruktur fisik agak mengesampingkan pentingnya pendidikan, meskipun slogan kampanyenya sebelumnya adalah pembangunan manusia. Hal ini mengisaratkan prasarana dulu baru pendidikan?

Meskipun tidak bisa dinafikkan bahwa program infrastruktur Jokowi menunjukkan hasil yang signifikan dari pembangunan fisik. Tetapi negara-negara tetangga Indonesia juga sangat genjar membanguan infrastruktur mereka. Apalagi dengan program pembangunan Tiongkok 'one belt one road' yang akan menghubungkan wilayah-wilayah lintas dagang di negara ASEAN. Ini akan menyulitkan pemerintah untuk mengejar lima tahun kedepan.

Contoh lain adalah, salah satu alasan utama mengapa investasi datang ke Indonesia mayoritas dari Singapura, karena sebagian besar perusahaan besar lebih memilih untuk menempatkan kantor pusat mereka di Singapura bukan Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun