Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pondok Pesantren Hubbulwathan Duri, Catatan dan Kenangan

27 Januari 2019   19:20 Diperbarui: 27 Januari 2019   19:30 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya HaMKA Riau dan Puteranya, Photo Koleksi Pribadi

Sudah begitu lama terpendam keinginan untuk bersilaturrahmi kepondok Pesantren Hubbulwathan Duri, pondok yang dulunya didirikan oleh Allahyarham Tuan Faqih Abdur Rahman Rafie, ditahun 1937 disebuah dusun yang bernama Rimba Melintang, (kini merupakan sebuah kecamatan diwilayah Kab. Rokan Hilir).

Aku ingin bertemu dan bercengkerama dengan Abdullah Syarif, anak Tuan Faqih dan adik kelasku waktu SD dulu yang sampai kini masih tetap setia menjalankan amanah orang tuanya menjadi guru dipondok ini. 

Aku juga merindukan Abdullah bin Ismail, cucu kesayangan abah Pokih yang jadi mantri kesehatan, entah dimana kawan ini sekarang.

Aku juga rindu kepada Tuan Haji Muhammad Khotbah Arrafie, atau yang biasa dipanggil sebagai Buya HaMKA Riau, guruku yang juga suami dari Maimunah, teman sekelasku waktu SD dulu.

Selain itu, aku juga merindukan sosok Ustadz Karim dan Ustadz Khair, dua orang guru juga sahabat ayahku. Keduanya kini sudah tiada, tinggal batu nisan yang bertuliskan namanya diatas pusara.

Begitu menjejakkan kaki kedalam komplek Pendidikan Hubbulwathan, ingatanku langsung melayang kemasa silam.

Dimana sebelum berdiri ditempatnya yang sekarang ini  (Kota Duri) Pondok Pesantren ini harus menempuh sebuah perjalanan panjang yang penuh lika liku, mendaki tebing yang terjal dan menuruni jurang yang curam, dan melalui jalan yang penuh onak dan Duri.

Sejarah Pondok Pesantren ini mulai dari berdirinya pada tahun 1937 didusun Rimba Melintang, kemudian hijrah ke Bagan Punak dan akhirnya hingga sekarang labuh jangkar di Duri sudah pernah ditulis secara detail dan panjang lebar oleh Buya Hamka, dalam bukunya yang berjudul Rekam Jejak Hidupku. 

Saya sudah membacanya dengan seksama dan berulang-ulang, disitu tercatat secara runut mulai dari proses berdirinya Hubbulwathan hingga sampailah seperti sekarang.

Santiri Hubbulwatahan Duri
Santiri Hubbulwatahan Duri
Tapi ada catatan penting yang belum terungkap sepenuhnya, yakni sikap dan perlakuan pemerintah Orde Baru terhadap Pesantrean Hubbulwathan pada decade akhir tahun tujuh puluhan, atau tepatnya pada masa menjelang Pemilu tahun 1977.  

Waktu itu Buya Hamka menjadi calon anggota legislative dari PPP. Aktif  berkampanye kian kemari, dan merupakan figure sentral yang menyita perhatian public.

Mulailah dirasakan keberadaan Buya sebagai sebuah ancaman, bisa merusak reputasi kepala daerah yang selama ini dibebani tugas memenangkan Golkar, bukan hanya sekedar menang bahkan dengan target perolehan suara dalam jumlah yang tertentu.

Daerah yang perolehan kemenangan Golkar dengan prosentasenya rendah akan menerima resiko tertentu, daerahnya mungkin tidak tersentuh pembangunan dan kepala daerahnya bisa terjungkal dari kursinya.

Usai pemilu tahun 1977, Pelantikan Buya sebagai anggota DPRD Bengkalis, ditunda dengan alasan yang dicari-cari, penundaan itu sampai tiba pada masa pemilu berikutnya, dan PPP meskipun dirugikan karena satu kursinya kosong  namun tetap tidak mampu berbuat apa-apa.

Dalam masa 1977 sampai dengan 1982, menjadi masa suram bagi Hubbulwathan, baik itu yang di Duri maupun di Bagansiapi-api. 

Kemarahan pejabat daerah terhadap Buya berimbas kepada pondok pesantren. Akibatnya Pesantren Hubbulwathan menjadi lembaga pendidikan yang dikucilkan, harap maklum.

Menghadapi Pemilu tahun 1982, Ismail Yusuf, Bupati Bengkalis pada waktu itu mengutus Abdul Latif untuk membujuk Buya menjadi jurkam Golkar, namun dengan santun beliau menolak, dan menyatakan diri sudah tidak terlibat lagi dalam politik praktis.

Jawaban itu mungkin tidak  memenuhi keinginan pak Bupati, namun pernyataan meninggalkan politik praktis itu sudah membuat Bupati merasa lega, karena merasa batu sandungan besar sudah berhasil mereka singkirkan.

Seiring berjalannya waktu, tibalah masanya pergantian jabatan, almarhum Johan Syarifuddin terpilih sebagai Bupati berikutnya. 

Mantan Sekda Kota Pekanbaru ini menyadari betapa penting artinya silaturrahmi, dan itu beliau jalani dengan semua pihak, termasuk dengan Buya Hamka, dan sejak itu pulalah hubungan Hubbulwathan dengan Pemerintah daerah setempat terjalin dengan baik kembali.

Masa suram yang berlangsung sedemikian lama, ternyata tidak  mampu membuat langkah Hubbulwathan terhenti, bahkan makin merangkak maju kedepan.  Kader pendidik dipersiapkan sedemikian rupa.

Kalau dulu Poqih Doaman (begitu nama pendiri pondok ini akrab dipanggil) menempa anak-anaknya untuk menjadi tenaga pendidik, maka anak-anaknya juga meneruskan langkah ini dengan menyiapkan anak-anak, menantu dan orang-orang dekatnya dengan bekal pendidikan yang lebih baik yang pada gilirannya mengabdi untuk kemajuan Pondok Pesantren Hubbulwathan.

Alhamdulillah,ketika kaki saya menginjak kedalam komplek pendidikan ini, nyatalah sudah bagi saya bahwa harapan abah Poqih kini sudah menjadi kenyataan, jumlah santrinya lebih dari tiga ribu orang, jenjang pendidikannya mulai dari TK sampai keperguruan tinggi.

"Abah Poqih sudah meletakkan dasar-dasar pendidikan Islam itu, jauh sebelum orang lain merencanakannya, dan sambil menyeka air mata bahagia saya tinggalkan komplek Hubbulwathan Duri, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada keluarga besar Hubbulwathan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun