Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Uang dan Transaksional

3 Maret 2018   09:30 Diperbarui: 3 Maret 2018   11:16 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa Pilkada secara langsung sangat berpotensi memecah belah masyarakat serta maraknya politik uang.

Politikus Partai Golkar itu mengaku mendapat laporan maraknya politik uang dan transaksional di Pilkada, mulai dari tingkat kabupaten dan kota hingga provinsi.

"Masyarakat terbiasa dibeli dengan uang. Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap Pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus," kata Bamsoet, saat berpidato di Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (28/02).

Yang disampaikan oleh Ketua DPR itu benar adanya, tindakan memecah belah masyarakat dan politik uang marak dimana-mana, bahkan belakangan ini sudah merembet kepada tindakan brutal menyerang para tokoh dan pemuka agama serta merusak rumah ibadah.

Namun, ketika beliau sampai pada suatu kesimpulan bahwa untuk mengatasi masalah tersebut, Pemilukada  yang akan datang diwacanakan kembali dipilih oleh DPRD. Kesimpulan ini membuat kita menjadi ragu, karena solusi yang ditawarkan belum tentu ampuh menyelesaikan persoalan.

Pemilihan langsung itu merupakan manifestasi dari kedaulatan rakyat disuatu daerah untuk menentukan pemimpin didaerahnya sendiri. DPRD yang dipilih oleh rakyat lewat pemilu bertugas untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan yang dipimpin oleh seseorang Kepala Daerah pilihan rakyat. Itu hak demokrasi yang tidak boleh diganggu gugat.

Jika dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan seperti politik uang dan transaksional, maka masalahnya bukanlah pada rakyat pemilih, tetapi kepada pelaku politik kotor, yang tidak lain adalah para politisi itu sendiri.

Rakyat tidak pernah minta para Calon kepala daerah dan Caleg untuk datang membawa uang, rakyat hanya berharap agar para pemimpin dan wakil rakyat bekerja sesuai dengan tupoksinya, berpikir dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memajukan daerah dan lain sebagainya.

Para politisi dan orang-orang yang berada disekelilingnya Relawan dan Tim Sukses) itulah yang melakukan tindakan tak terpuji itu, merusak nilai luhur demokrasi, merekalah yang mengajarkan rakyat untuk menerima uang, dan mereka jualah yang menghasut dan mengadu domba rakyat dengan menghembuskan politik identitas dan isu primordial.

Politik identitas, Politik Uang dan transaksional, yang hingga hari ini masih terus menerus membayangi pelaksanaan pemilukada, bukan atas keinginan rakyat, tetapi ulah para politisi yang ingin menang secara gampang dan serampangan.

Justeru karenanya, jika prilaku menyimpang yang merusak tatanan demokrasi itu ingin diberantas maka partai politiklah yang harus berbenah, dengan cara melahirkan kader pemimpin yang cerdas dan berkwalitas, sehingga ketika dia diajukan sebagai calon kepala daerah dia sanggup merebut hati rakyat dengan cara yang baik dan benar, bukan dengan cara memberi uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun