Mohon tunggu...
Asmara Ayu
Asmara Ayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pernah Diculik Kelompok Bersenjata, Perempuan Cantik Ini Sekarang Sukses di Dunia Politik

11 Oktober 2018   17:55 Diperbarui: 11 Oktober 2018   18:27 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan hidup kadang tak semulus yang kita inginkan. Adakalanya, apa yang menjadi impian kita berlawanan dengan kenyataan. Namun, seberat apapun perjalanan itu, tetap saja mesti kita lewati.

Seperti yang dialami perempuan ini. Sedari kecil Ia terbiasa hidup berpindah-pindah mengikuti karir Ayahnya yang seorang Ilmuwan. Sewaktu masih dalam kandungan Ibunya, keluarganya tinggal di filipina. Menjelang kelahirannya, keluarganya kembali ke Bandung.

Sebagai seorang Ilmuwan, Ayahnya berperan besar dalam menanamkan arti pentingnya pendidikan bagi bungsu dari 7 bersaudara ini. Ia pun tumbuh menjadi anak yang berprestasi di sekolah. Tamat Sekolah Menengah Pertama ( SMP ), Ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah di Crescent Girls School, Singapura. Hal ini bukan saja menjadi kabar gembira bagi keluarga, tapi juga membuat ayahnya bersusah hati. Berat bagi sang ayah melepaskan puteri cantiknya itu untuk hidup sendiri di negeri orang, sampai ayahnya jatuh sakit memikirkannya. Tapi kemudian dengan ikhlas hati, sang ayah merelakan kepergian anaknya untuk menempuh pendidikan yang lebih baik.

Selepas menyelesaikan sekolah di Crescent Girls School Singapura, Ia kembali mendapat beasiswa dari Kemenristek yang saat itu dipimpin Baharuddin Jusuf Habibie. Ia terbang ke negeri kangguru, Australia. Disana, ia masuk fakultas teknik University of New South Wales.

Dua tahun berada di Australia, Krisis moneter melanda Indonesia yang berdampak pada dicabutnya beasiswanya. Tentu saja ini menjadi pukulan berat, awalnya ada keinginan untuk pulang ke tanah air, mengakhiri mimpinya menjadi Insinyur lulusan salah satu universitas terbaik di Australia.

Tapi sekali lagi, Ayahnya yang selalu menanamkan pentingnya pendidikan menguatkan hatinya untuk tetap bertahan. Dengan segala kesulitan hidup, Ia lanjutkan petualangannya menuntut ilmu di negeri orang. Demi bertahan hidup, berbagai pekerjaan Ia lakoni selepas pulang kuliah, mulai bekerja di Toko baju, Restaurant, hingga Radio. Pekerjaan terakhir inilah yang kemudian mengantarkannya mengenal dunia jurnalistik.

Pulang ke tanah air dengan predikat Insinyur lulusan luar negeri, perempuan kelahiran 3 Mei ini diterima sebagai penyiar berita di salah satu stasiun TV berita terbaik masa itu, Metro TV. Profesi barunya sebagai penyiar berita sangat dicintainya, berbagai tugas liputan yang diembankan kepadanya Ia jalankan dengan penuh suka cita, meski itu harus mengantarkannya ke medan berat dan penuh resiko sekalipun.

Seperti ketika Ia dikirim untuk meliput konflik di Irak pada 2005 lalu. 18 Februari 2005, atau tiga hari dari kontak terakhirnya dengan Metro TV. Meutya Viada Hafid bersama rekannya juru kamera Budiyanto, diculik oleh kelompok bersenjata di Irak ketika berada di stasiun pengisian bahan bakar. Mereka dibawa dengan mata tertutup ke sebuah gua di gurun tak bertepi.

Dalam keadaan tidak dapat menghubungi siapapun di negeri asing nan jauh, berbagai pikiran buruk berkelebat di benak Meutya. Waktu itu, jarak kematian sedekat tarikan picu senjata yang ditodongkan pria-pria berperawakan besar dan sangar. Beruntungnya bagi Meutya dan rekannya, para penyandera itu memperlakukan mereka dengan baik di dalam gua, tak ada kekerasan fisik hanya kebebasan saja yang mereka renggut.

Kisah selanjutnya dari penyanderaan ini adalah upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia berhasil membawa Meutya dan rekannya keluar Irak dan kembali ke tanah air. Pengalaman Meutya selama penyanderaan itu dituangkannya dalam sebuah buku bertajuk: 168 Jam Dalam Sandera.

Kembali ke tanah air, Meutya melanjutkan karirnya sebagai penyiar berita, hingga tahun 2009 dirinya mendapat tawaran untuk terjun ke dunia politik. Kesempatan itu diterima Meutya dengan bijak, sebagai wujud keterwakilan suara perempuan di parlemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun