Panti pijat, karaoke dan tempat hiburan malam (THM) lainnya ditutup selama bulan Ramadhan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada dari bisnis THM itu berganti wujud menjadi ajang pelacuran, tempat perempuan menjajakan diri, tempat lelaki mencari sarana pelepasan.
Tak sedikit dari pemerintah daerah terutama di kota-kota besar, mengeruk pendapatan dari beroperasinya bisnis THM. Lalu saat Ramadhan, terbitlah ketentuan untuk menutup THM. Jangan coba-coba melanggar, sanksinya berat.
Rasanya ada yang tak sesuai saja, kok mengapa keharusan itu hanya ada di bulan puasa dan selepas puasa kembali lagi seperti semula, THM dimana-mana.
Beragam argumentasi sehingga penutupan harus dilakukan, diantaranya :
- untuk menghormati bulan puasa (pernyataan ini mengandung tafsir bahwa kita tidak perlu menghormati sebelas bulan yang lain, dan tak ada guna berjuang puasa sebulan lamanya bila kemudian tak ada menghasilkan perubahan pola pikir & perilaku)
- menghormati kaum muslimin yang sedang puasa (hmmm..., beginikah cara menghormati kaum muslim? Apakah tidak lebih beradab bentuk penghormatan itu beralih rupa dengan membuka lapangan kerja seluasnya sehingga kaum muslimin yang hidup dari THM, utamanya dari bisnis pelacuran segera berhenti dari bisnis tsb dan mencari nafkah dari kerja yang halal dan manusiawi?)
- Supaya umat Islam tenang selama Ramadhan (ini bisa dimaknai pula bahwa bila THM dibuka berarti umat Islam tidak tenang? Lalu tega sekali pemerintah kita, membuat sebagian besar rakyatnya jadi tidak tenang selama sebelas bulan dengan mengizinkan THM beroperasi...)
- Agar tercipta kenyamanan dan suasana kondusif selama puasa (argumentasi tsb bisa dipersepsikan bahwa kalau memang karena penutupan THM suasana jadi kondusif dan ketenangan bisa tercipta, lalu mengapa pula THM masih tetap dibuka setelah puasa? Bukankah hal tsb sama saja dengan menciptakan suasana jadi tidak nyaman dan tidak kondusif?) Wallahu alam...