Mohon tunggu...
Chairunnisa Ilmi
Chairunnisa Ilmi Mohon Tunggu... Freelancer - An Ambivert

Mahasiswa jurusan Antropologi Budaya di ISBI Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Babah (Musibah Kentut di Warung Kopi) Bagian II

25 November 2020   01:16 Diperbarui: 25 November 2020   01:44 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku telfon supir pribadi istriku sebelum ku bopong ia dan membawanya ke rumah sakit dengan taksi. Aku cemas. Baru kali ini aku melihatnya pingsan. Tapi semoga tidak kenapa-kenapa. Aku tahu ia wanita kuat. Sedangkan korban pingsan satu lagi, dibawa oleh beberapa pekerja ke puskesmas terdekat setelah menghubungi pihak mandor untuk minta biaya penangguhan kecelakaan. 

Bau tajam yang tak kunjung pergi ini terlalu kejam walaupun sudah beberapa jam lewat. Baunya menempel di tubuhku. Aneh sekali. Istriku masuk ruang gawat darurat, ia pingsan begitu lama. Aku jadi makin cemas. Tapi setelah ini aku meminta supir pribadi istriku untuk dibawakan baju dan alat mandi. Aku perlu berpikir jenih dan sisa bau ini mengganggu.

Selesai aku mandi, aku hampiri istriku yang masih terbaring lemas. Aku tunjukan kecemasanku, tapi ia malah mengenang apa yang baru saja terjadi. Lalu ia tertawa hebat setelah membayangkannya. Aku sendiri tidak habis pikir tentang kejadian ini. Tapi ia pikir ini adalah kisah yang menyebalkan sekaligus lucu. Dengan dia tertawa, aku merasa ia baik-baik saja. Aku lega.

Esoknya, kudengar ceria dari karyawanku, katanya bau sudah menghilang. mereka beraktifitas seperti biasa di warung kopiku. Para pekerja ada yang masih membicarakan babah dan kejadian yang menimpa mereka  kemarin. Karena banyak yang penasaran sebagian mereka tidak ada di TKP, banyak orang yang auto menjadi pencerita yang handal. Lengkap dengan mimik wajah yang mendukung, begitupun aku.

Namun, lima hari setelah kejadian mengenaskan itu, aku mendengar kabar bahwa pekerja sehat bugasr yang masih bujang itu dikabarkan meninggal dunia setelah dirawat inap beberapa hari. Dari pemeriksaan lanjutan, diketahui bahwa penyebab kematiannya adalah karena pembuluh darah yang terganggu karena terdapat zat beracun di paru parunya. 

Aku cemas. Istriku pun khawatir. Kami was-was dengan kesehatan istriku yang  tidak berangsur membaik. Ia juga masih muntah sesekali. Badannya masih lemas, lengkap dengan demam di tengah malam. Siapa pula yang tidak terusik pikiran dan jiwanya di kondisi seperti ini ? apalagi kejadian ini di sebabkan karena keinginanku yang kuat untuk mengalahkan seseorang.

Ini adalah kali pertama aku berambisi dengan sesuatu. Istriku pun berbicara begitu. Dalam hidupku, tidak pernah aku rasakan emosi yang kuat selain saat aku harus keluar dari panti dan malam pertama saat aku jatuh cinta pada istriku. Selain itu tidak lagi, dan kemarin baru kurasakan emosi kuat dalam hatiku. 

Tapi sepertinya kali ini akibatnya buruk bagi keluargaku. Aku telah melanggar ketenangan batinku, aku telah merusak pendirian hidup yang aku jaga, aku telah menuruti kecemasanku. Aku tidak tahu kenapa, tapi seperti inilah keadaannya. Di depanku teronggok raga lemas istriku dengan batuk berkali-kali. Ia terlihat lemah dengan infusan di tangannya, nebu di wajahnya. Aku pun sampai harus membantunya memakaikan pampers dewasa karena tubuhnya tidak kuat berjalan.

''Itulah mengapa setelah kau telfon aku tentang keinginanmu, aku langsung pergi padahal aku sedang rapat penting, aku tahu akan ada kejadian seperti ini.'' kata istriku sesaat setelah aku menceritakan penyesalanku.

Istriku sudah mengerti aku, pun dengan dengan diriku sendiri. Seperti melakukan dosa yang hebat, aku mengakui kesalahanku. Aku telah khilaf.

Minggu demi minggu telah terlewat, aku kembali ke warung kopiku. Istriku ku pun telah terbebas dari bakteri yang menyerang paru-parunya selama beberapa minggu. Sejak kejadian mengenaskan itu, kami tidak pernah lagi melihat babah lagi. Dia menghilang, tapi tidak dengan kisahnya. Sehingga hampir setiap hari, para pelangganku selalu saja mengisahkan babah dan perbuatannya dengan emosi atau sedikit tawa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun