Mohon tunggu...
Chairunnisa Ilmi
Chairunnisa Ilmi Mohon Tunggu... Freelancer - An Ambivert

Mahasiswa jurusan Antropologi Budaya di ISBI Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Babah (Musibah Kentut di Warung Kopi) Bagian II

25 November 2020   01:16 Diperbarui: 25 November 2020   01:44 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang menonton kami, kadang senyap atau riuh tiba-tiba. Persis seperti orang yang menonton pertandingan bola saja.

Aku yakin tidak semua orang mengerti atau gemar dengan catur, namun karena euforia yang ada memaksa mereka untuk turut meramaikan pertandingan.

Istriku diam saja di sampingku, aku tidak sempat memperhatikannya.

10 langkah ! tepat di langkahku yang ke sepuluh ! tiba-tiba terjadi skakmat ! bukan kerajaanku. Tapi kerajaan babah ! ia terjerembab. Wajahnya merah padam. Lidahnya kelu. Matanya sayu. Sejenak keangkuhan yang terpancar di wajahnya meredup, gelap sekali. 

Para pekerja bergemuruh, mereka tertawa puas sekali. Ada yang bergumam menyindir babah, ada yang memuji strategiku, dan ada yang hanya tersenyum saja melihat bagaimana kesenangan para tulang punggung keluarga ini muncul dengan cara yang sederhana. Akan ku gratiskan semua kopi hari ini untuk mereka, tapi tidak ada kopi dengan 4 sendok krimer gratis untuk babah. Harga diriku kuambil kembali dengan senang hati. Istriku tersenyum lalu merangkulku, memuji permainanku. Sungguh kekanakkan.

Sedangkan babah, ia langsung berdiri. Benar-benar kebakaran jenggot yang sama-sekali tidak ia miliki. Lalu menyeruput habis kopi manisnya, kemudian membalikan badan membelakangi kami. 

Tiba tiba ia menunduk lalu merendahkan kakinya 90 derajat, sedikit menungging, lalu terdengarlah suara kentut. Nyaring sekali hingga terdengar sangat jelas diantara kami yang sedang bergemuruh. Lantas semua orang diam. Terkejut. Inikah reaksi kekalahan babah ? Sebuah kentut yang sangat nyaring mirip suara lengkingan meriam yang keras dan ujungnya panjang mirip seperti suara lengkingan nenekku.

Seseorang tiba-tiba ambruk. Dia adalah orang yang paling dekat dengan sumber suara : bokong babah. Lalu babah yang memakai kolor panjang berwarna ungu itu melesat pergi. Kami semua yang amat begitu terkejut dengan suara tadi segera sadar oleh bau yang menyengat dan seseorang yang telah menjadi korban. 

Hampir semua orang menahan napas sambil terbatuk. Istriku, istriku pingsan juga rupanya setelah ia berjalan menjauh dari warung. Aku mengurusnya, aku bopong ia menjauhi warung. Baunya masih terasa tapi tidak sekentara tadi. Aku berusaha membangunkannya. 

Beberapa orang juga membopong si korban dan beberapa lainnya masih belum percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan, begitu juga aku. Belum lagi aroma menyengat yang ratusan kali lebih bau dari pada truk pengangkut sampah yang sering lewat di jalanan ini. 

Bau yang datang bersamaan setelah suara kentut tadi. Brengsek ! semua orang mengumpat. Begitupun aku. Semua nama hewan yang tidak pantas diucapkan kepada manusia keluar dari mulut mereka. Riuh rendah. Bau mencekam tidak kunjung berkurang. Hampir semua orang akhirnya muntah !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun