Mohon tunggu...
Asikin Hidayat
Asikin Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru di Majalengka.

Saya hanya suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bantal Guling untuk Para Mantan Koruptor

26 Agustus 2022   21:16 Diperbarui: 26 Agustus 2022   21:21 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Olahan Penulis

Judul di atas sengaja saya pinjam dari istilah yang digunakan Omjay ketika menyoal pemecatan Ferdy Sambo dari kepolisian: bantal guling mana lagi yang akan diterima Ferdy Sambo setelah dia dipecat?

Bagi saya, ini merupakan pertanyaan menggelitik, sekaligus metafor yang menohok bagi para penentu kebijakan hukum di tanah air. Dan, di waktu yang hampir bersamaan, tersiar isu, ternyata bantal guling itu dimiliki juga oleh para mantan koruptor. Bahkan, bantal guling yang diberikan kepada para mantan koruptor ini lebih empuk ketimbang yang lainnya.

Betapa tidak, para mantan koruptor itu kini dengan leluasa bisa mencalonkan diri menjadi calon legislatif. Lima tahun lalu, tepatnya pada pemilu 2019 mantan koruptor tidak bisa lolos menjadi caleg berdasarkan pasal 4 ayat 3  PKPU Nomor 20/2018 tentang perubahan PKPU No. 14/2018.

Namun mereka mengajukan sengketa kepada Bawaslu, dan karenanya Bawaslu meloloskan 12 caleg eks napi koruptor. Dasarnya, UU Pemilu tidak menyebutkan larangan bahwa eks napi koruptor menjadi caleg. Tetapi Bawaslu belum bisa meloloskan mereka menjadi bacaleg karena tercatat sebab eks napi koruptor.

Perdebatan berlangsung lama waktu, hingga kemudian, terakhir dilakukan uji materi PKPU no 20/2018 yang hasilnya memungkinkan eks napi koruptor menjadi bacaleg. Syaratnya justru simpel banget, mereka diwajibkan mengumumkan kepada publik terlebih dahulu vahwa dirinya pernah dihukum.

Tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang ada memang membuat bingung masyarakat, walaupun membuat harapan menjadi anggota legislatif bagi eks napi koruptor malah menjadi mulus. Sebuah situasi yang paradoks, sungguh. Mau dibawa ke mana negara ini ketika para wakil rakyatnya adalah mantan-mantan koruptor.

Bagaimanapun, yang namanya eks napi, baik pidana ataupun perdata, tetap saja eks napi. Apa yang tersemat di dirinya adalah apa yang tersaksikan sebelumnya. Terlebih ini capnya eks napi koruptor, sebuah sebutan kotor bagi seseorang yang pernah berbuat jahat terhadap negara dan bangsa.

Sungguh baik negara kita ini, sudah dikotori oleh oknum koruptor, masih juga mau berbaik menerima dia sebagai abdinya. Berapa persen kemudian niatnya menjadi baik, atau menjadi manusia bersih? Saya malah curiga, alih-alih menjadi baik, malah keterbiasaannya "mencuri" akan meningkat menjadi lebih, yakni menjadi "perampok".

Keputusan meloloskan eks napi koruptor menjadi bacaleg atau bahkan kemudian terpilih menjadi anggota legislatif, akan membuka peluang laku korup terus berlanjut. Sekarang mereka tidak perlu takut lagi untuk korupsi, sebab ditangkap dan dipenjara pun pada akhirnya masih bisa mendapat tempat mengatur biduk negara. Naif nian!

Pihak yang seharusnya menjadi filter pertama adalah partai politik di mana mereka bernaung. Dari sini mestilah ada seleksi ketat, proper and test yang sungguh-sungguh. Tidak malah menjadi parpol yang fragmatis, berpikiran sempit dan instan. Asal ada calon, terlebih jika mau membayar sejumlah dana yang disyaratkan, maka jadilah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun