Mohon tunggu...
Ashri Riswandi Djamil
Ashri Riswandi Djamil Mohon Tunggu... Guru - Belajar, belajar, dan belajar

wkwk land

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Biasa

1 Desember 2022   22:25 Diperbarui: 1 Desember 2022   22:44 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia adalah orang biasa, dari keluarga biasa, pendidikan yang biasa, hidupnya juga biasa saja.

Semua sangat biasa. Tidak ada cerita hidupnya melebihi biasa. Semua berjalan begitu biasa. Tidak ada yang salah dengan biasa saja. Karena menjadi luar biasa itu dari penilaian orang lain. Dari pihak eksternal. Menjadi biasa tidak ada salahnya. Tidak ada yang dirugikan. Tidak ada alasan orang lain merasa terganggu dengan sikap biasanya itu.

Seperti biasa. Suasana kota selalu ramai dimana-mana. Sangat biasa. Macet dimana-mana. Apalagi di ibu kota ini. Polusi akibat kendaraan yang semakin banyak. Banyaknya urbanisasi. Orang desa tidak lagi tertarik untuk tetap di desa. Mungkin merasa itu hal yang biasa? Entahlah  

Semua terasa biasa diantara banyak yang biasa-biasa. Tidak ada salahnya menjadi biasa. Tidak ada. 

Seorang bernama Bardi diantara dari sekian banyak orang yang hidupnya biasa. Bangun pagi, mandi, sarapan lalu berangkat ke kantor. Bekerja seperti orang-orang biasa lakukan pada umumnya. Berangkat ke kantor dengan motor matiknya menuju pusat kota di daerah selatan. Memarkirkan motornya di tempat penitipan motor. Lalu melanjutkan naik angkutan umum. Ada tiga pilihan. Bus way, kereta listrik, atau bus umum. Semua bentuk transportasi umum itu biasa digunakan oleh warga kota. Yang bebas hambatan adalah kereta listrik.

Kemacetan menjadi menu biasa sehari-hari di kota besar. Tapi level macetnya belum ada yang mengalahkan ibu kota ini. Belum ada. Biasa disini, tidak biasa di kota lainnya. 

Dalam perjalanan Bardi seperti orang-orang yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Semua hening asik dengan handphone masing-masing atau ada yang baca buku, ada yang tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk dan berdiri berharap dapat sampai di tujuan dengan cepat dan selamat tanpa ada hambatan apapun. Entah berhenti lama menunggu kereta berganti jalur. Biasanya di stasiun transit, karena jalur kereta yang belum banyak. 

Untuk mencapai kantor ada yang transit sekali, dua kali atau mungkin tiga kali. Bardi hanya transit sekali di stasiun M lalu lanjut naik kereta arah ke stasiun B. 

Cukup memegalkan kaki yang sejak naik hingga turun kereta dalam posisi berdiri. Sekeliling penuh sesak. Berusaha untuk menempati posisi aman. Dalam kondisi begini biasanya penumpang di gerbong non-wanita ada saja peristiwa yang kurang menyenangkan. Sebisa mungkin tidak terlalu dekat dengan penumpang perempuan dan berusaha terlihat tidak nyaman dan menghindari posisi berdiri tertentu. Paling aman memang membelakangi penumpang lain. 

Sampai di kantor Bardi rehat sejenak. Jam masuk masih lima belas menit lagi. Masih ada waktu untuk mempersiapkan diri, mengatur nafas, mengumpulkan segenap pikiran dan mode kerja on. Bekerja dengan jarak yang jauh tidak se sederhana kelihatannya. Banyak energi untuk perjalanan. Untuk saat ini, dinikmati saja. Memang tidak ada pekerjaan yang tidak menguras energi. Beruntung yang bekerja sesuai dengan minat. Tapi tidak untuk Bardi yang sudah bekerja di kantor ini selama delapan tahun. Sangat aneh kalau dia ingin resign dengan alasan tidak betah, lah selama ini? Delapan tahun itu lama lho. Atau dengan alasan suasana lingkungan yang sudah tidak nyaman, atau ingin mencari suasana baru. Sekarang ini zaman digital, bekerja bisa dari mana saja. Ini yang menjadi impian Bardi selama ini. Namun tidak semudah itu. Dia harus memiliki skill lain selain sekedar menjadi security di sebuah bank milik bumn ini. 

Pasang senyum, standby di pintu masuk utama. Kerja 8 jam dan ada hari-hari tertentu dia jaga di bagian lain. Sudah berapa juta jiwa yang melewatinya selama delapan tahun bekerja. 

"Selamat pagi Pak, ada yang bisa saya bantu?"

"Mau buka rekening baru?, silahkan ambil nomor antrian."

"Ya Bu masih ada 20 antrian lagi mohon ditunggu."

"Mari saya foto kopikan buku rekeningnya."

"Terima kasih atas kunjungannya bapak."

Beberapa kalimat yang selalu diucapkan dan dengan repetisi yang entah sudah berapa miliar kali dia ucapkan. Menjadi bagian keamanan tidak semudah yang terlihat. Harus fokus dengan lingkungan dan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Terburuk, terjadi perampokan atau sejenisnya. Harus selalu waspada dan awas. Hal sial bisa terjadi kapan saja.

Menjelang sore, waktu yang ditunggu dan biasa tiba. Kembali pulang dan bisa menikmati penghujung hari. Seperti biasanya. Stasiun , penitipan motor, dan kembali ke rumah. Seperti orang-orang biasa. 

Hari sudah gelap. Disambut keluarga kecil di rumah sederhana. Hal biasa tapi terasa lebih dari biasa. Ada kenyamanan terselubung ketika disambut hangat dengan anak dan istri di rumah. Hari esok kan datang dengan biasa.

 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun