Mohon tunggu...
ashimuddin musa
ashimuddin musa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Jadilah orang pertama yang berbuat baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesantren Motivator Quran dan Nilai-nilai Multikulturalisme

15 Juli 2020   08:15 Diperbarui: 15 Juli 2020   17:43 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendiri pesantren MQ | dok. pesantren MQ

PERTAMA kali saya sampai di Pesantren Motivator Qur'an Ekselensia (MQ), saya menjumpai banyak sekali santri yang berlatar belakang berbeda-beda, tetapi mereka hidup rukun dalam satu payung nilai-nilai multikulturalisme.

Perbedaan bahasa, adat-istiadat dan tradisi tidak menjadikan bahwa persaudaraan di antara mereka semakin renggang, justru itu dijadikan modal utama untuk membangun spirit persatuan dan kesatuan.

Dengan perbedaan tersebut, para santri semakin mengetahui bahwa betapa pentingnya membangun spirit persatuan dan kesatuan di tengah-tengah masyarakat plural.

Santri daerah dan luar Jabodetabek | dokpri
Santri daerah dan luar Jabodetabek | dokpri
Oleh karena setiap tujuan itu sama-sama menuju Allah SWT, maka jalan yang ditempuh oleh semua kalangan selama itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang signifikan adalah patut dihargai. Karena terkadang tujuan sama, tetapi cara memahaminya berbeda sehingga menjadikan kita beragam cara. 

Prof. Azyumardi Azra (Azyumardi Azra, Fenomena Beragama 2020) juga pernah menjelaskan tentang hal ini. Bagi dia, umat Islam lebih baik membangun komonalitas atau kata bersama daripada membesar-besarkan kata perbedaan yang ada. Sikap saling merajut kebersamaan itulah yang saya temukan di pesantren ini.

Di sekitar pesantren pun hidup beragam keyakinan agama yang juga berbeda-beda, akan tetapi dengan bekal mental keimanan yang kuat dan kokoh sehingga pelajaran saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada adalah lebih penting lebih mengkristal daripada sibuk mencari titik perbedaan itu sendiri.

Ustadz Edi Susanto adalah pengasuh pesantren MQ ini. Beliau sendiri bukan tipikal orang yang dikit-dikit marah-marah, walaupun pada kenyataannya seringkali beliau menjumpai beberapa santrinya melanggar peraturan pesantren.

Cara yang beliau tempuh lebih menerapkan cara-cara yang ramah tetapi mendidik, sama halnya dengan cara para Walisongo dulu ketika akan mendekati masyarakat Nusantara.

Para wali ini melakukan cara-cara yang ramah bukan marah-marah. Dengan pendekatan yang persuasif itulah masyarakat menjadi tahu bahwa marah-marah bukanlah ajaran Islam.

dokpri
dokpri
Begitulah. Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan di pesantren ini. Sebelumnya, saya hanya sekadar tahu bahwa sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan itu penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun