Ahli agama dan ahli kitab cenderung menerima kitab suci untuk diamalkan berdasar kepercayaan dan keyakinan. Bukan berdasar bukti kebenaran mutlak yang pasti, yang disampaikan kitab suci yang tidak diragukan dan tidak bisa dibantah dengan argument apa pun.
Yang mungkin dirasakan sangat mengganggu umat beramagama justru ulah dan sikap para ahli kitab---agama, sendiri yang sejak ratusan tahun sudah atau sering terperangkap dalam perbedaan pendapat yang tajam dan berlawanan dalam menafsirkan kebenaran ayat-ayat dalam kitab suci agamanya.
Agama dan filsafat tidak bersentuhan
Pertanyanannya. Tidak dapatkah seorang ahli agama menyampaikan kebenaran yang disampaikan kitab suci agama kepada ahli filsafat?
Jawabnya. Sudah ribuan tahun hal demikian saling diusahakan dan diperdebatkan. Ternyata tidak bisa atau sangat sulit dipertemukan dalam pemikiran.
Bahwa kedua pihak menyadari ada perbedaan cara pandang antara agama dan filsafat memang benar. Â Dan perbedaan tersebut disadari harus dibiarkan. Dipastikan masing-masing akan terus menyempurnakan perbedaan pandangannya dengan sempurna. Sepanjang tidak saling mengusik.
Bahkan diharapkan perbedaan yang ada bisa saling melengkapi pandangan masing-masing yang berbeda dan mendasar. Dan diharapkan juga perbedaan bisa membuahkan penemuan ilmiah yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia baik yang memeluk agama maupun yang tidak. Termasuk mereka yang atheis dan mereka yang masih sangat terasing dari peradaban.
Agama dan filsafat seakan tidak bersentuhan tetapi keduanya sungguh sangat saling mempengaruhi.
Rambu-rambu kitab suci agama
Yang patut disyukuri. Ada rambu-rambu etika hidup bersama yang dipandu oleh perintah dan larangan kitab suci yang harus ditaati.
Yaitu melaksanakan perintah berbuat amal kebajikan kepada sesama dan juga dalam waktu bersamaan taat pada larangan berbuat kezaliman dan kemungkaran kepada siapa pun termasuk kepada diri sendiri.