Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Capres Tunggal Pilpres 2019 dan Wapres yang Hak

6 Maret 2018   15:53 Diperbarui: 6 Maret 2018   16:00 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu.

Melihat sikap dan perilaku sosok Presiden Jokowi sebagai Presiden ketujuh NKRI yang berbeda dengan para pendahulunya. Sifatnya yang tampak selalu tenang, jauh dari sifat angkuh, menyatu di tengah rakyat dan tampak sangat mengutamakan wujud keadilan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.  Kiranya tidak terlalu berlebihan jika ada pihak-pihak yang mengaitkan sosok Presiden Jokowi adalah yang dimaksud dari tulisan Ronggowarsito yang menyebut Satrio Piningit ketujuh sebagai Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu.

Menurut penulis yang sangat terbatas pengtahuan tentang bahasa. Yang disebut "wahyu" adalah Hak seseorang untuk menyampaikan dan mewujudkan kecerdasan yang mencerdaskan demi keselamatan dan kebahagiaan yang memuliakan sesamanya. Menerima wahyu adalah menerima Hak untuk ikut menyelamatkan kehidupan yang indah.

Dengan demikian mungkin yang disebut Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyuadalah seorang pemegang kekuasaan tertinggi yang berperilaku lebih tampak seperti seorang pandito---ulama, dari pada sosok seorang "senapati" sakti yang pantang menyakiti lawan apa lagi membunuhi mereka yang tidak mengerti; yang menyampaikan---mewujudkan, kecerdasan yang mencerdaskan demi keselamatan dan kebahagiaan bangsanya.

Apakah Presiden Jokowi sebagai Presiden ketujuh NKRI agak cocok dengan tulisan Ronggowarsito yang menyebut Satrio Piningit ketujuh sebagai Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu? Jawabnya tentu saja sangat subyektif. Tergantung kepada masing-masing pribadi yang membaca tulisan ini.

Empat perekat kesatuan bangsa

Yang dirasakan dunia saat ini. Paradigma bernegara di Indonesia sudah mulai berubah jauh berbeda dari seluruh dekade sebelumnya. Seluruh dekade sebelumnya Bangsa Indonesia hanya berjuang untuk mewujudkan NKRI yang harus dikenal dunia sebagai Indonesia Raya

Beruntung Bangsa Indonesia sudah punya empat perekat kesatuan bangsa yang dimiliki jauh hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan yaitu Bahasa Indonesia, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Bendera Merah-Putih dan menyebut nama mata uangnya dengan rupiah.

Sedang Pancasila, UUD'45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika adalah sudah merupakan satu kesatuan wujud yang tidak bisa dipisahkan dengan cara apa pun apa lagi hanya dengan disebut sebagai pilar-pilar saja.

Empat perekat kebangsaan itulah yang sudah menyatukan secara alami Bangsa Indonesia tetap dalam kesatuan walau SARA terus didengungkan ditelinga rakyat.

Paradigma bernegara berubah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun