Mohon tunggu...
Asfira Zakia
Asfira Zakia Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi

E= mc2

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Paradoks Keliru (?)

7 Juli 2019   20:40 Diperbarui: 7 Juli 2019   20:47 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Siapa namamu?", tanya beliau kepadaku dengan lembut. Aku hanya diam mengalihkan pandangan.

"Saya tau meskipun kamu tidak mau jawab", kata beliau dengan tenang. Langsung saja, beliau mengakhiri pelajaran. Kejahilan yang kubuat tidak sekali dua kali saja, melainkan menjadi suatu kebiasaan.

Tibalah saat semesteran tiba, dengan segenap rasa bahagia menunggu kedatangan ibuku membawa laporan nilaiku dan hadiah yang biasa beliau bawa bagi penerima tiga besar peringkat tertinggi. Apalagi, ditambah dengan iming-iming hadiah gawai jika aku bisa mendapat peringkat satu.

Ibuku pulang dengan raut wajah yang sangat tidak enak. Dia membanting rapor ku ke meja.

"Buat apa capek-capek biayain kamu sekolah kalau kamu nggak serius? Lihat nilaimu! Memalukan!!", bentak ibu seraya berlalu.

Sontak saja aku kaget dan segera saja kuraih rapor ku. Itu benar-benar mengejutkan. Baru kali ini aku menduduki peringkat sepuluh. Aku menangis saat itu. Aku benar-benar kebingungan. Rasa malu yang bercampur sedih mengingat besok adalah pengembalian rapor dimana seluruh siswa bertemu.  Apa yang akan dipikirkan teman-temanku nanti?

Keesokan harinya, aku mencoba memberanikan diri meskipun mataku sembab oleh tangisan semalaman.

"Pak Ni memanggilmu", ujar salah satu temanku. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana saat itu. Dengan langkah berat aku memasuki kantor untuk menemui beliau.

"Bagaimana? Sudah lihat nilaimu?". Aku hanya terdiam. Menunduk.

"Nak, perlu kau ketahui, apalah arti sebuah angka di rapor itu kalau pendidikan moral tidak dipakai. Pendidikan memang penting, tapi pendidikan moral lebih penting. Sering saya temui beberapa anak cerdas tapi tidak bermoral, lalu mau dibawa kemana ilmu itu? Kamu paham?"

Aku hanya mengangguk pelan. Beliau menyodorkan selembar kertas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun