Kita mengklaim bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang santun, murah senyum, dan guyup rukun. Faktanya, kekerasan terjadi dimana-mana, saling bantai pun pernah ada dalam sejarah Indonesia. Ya, semua itu terjadi tidak lain dan tidak bukan didominasi karena terjadinya degradasi moral atau kemerosotan moral.
Semakin banyak tragedi tragis yang muncul khususnya di dunia pendidikan kita. Dari seorang siswa yang tega menganiaya gurunya sampai meninggal dunia hingga pada kasus pengeroyokan sekelompok siswi SMA terhadap siswi SMP hanya lantaran soal asmara.Â
Apakah yang terjadi dengan anak-anak Indonesia saat ini?
Terabaikannya nilai moral, toleransi, dan kemanusiaan menyebabkan masyarakat saat ini sangat mudah terprovokasi SARA dan agama. Problematika pendidikan kita, terutama dalam moralitas dan isu etika bukan perkara yang mudah disepelekan adanya.Â
Degradasi moral dijadikan sebab sebagai biang keladi bobroknya akhlak bangsa.
Lantas, siapa yang patut disalahkan? Apa kita hanya bisa berpangku tangan?
Retno Listyarti Komisioner KPAI Bidang Pendidikan mengungkapkan bahwa dari data KPAI angka kekerasan cukup tinggi baik kenakalan anak maupun anak sebagai korban. Apa yang dilakukan anak tidak berdiri sendiri artinya pasti ada sebab-penyebab yang melatar belakanginya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan degradasi moral di Indonesia saat ini semakin menjadi-jadi.
1. Mata pelajaran muatan lokal yang sudah tidak dianggap penting
Salah satu penyebabnya yaitu apa yang terkandung dalam mata pelajaran muatan lokal berupa nilai-nilai, moral, toleransi, dan keagamaan seperti pendidikan agama, PKN, dan sejarah sudah dianggap tidak penting oleh warga sekolah.Â
Padahal melalui pelajaran tersebut, guru bisa menanamkan berbagai nilai-nilai moral yang harus diimplementasikan di lingkungan.
Dengan berkurangnya nilai seperti itu, bukan tidak mungkin anak hanya dijejali dengan nilai saintifik sehingga cenderung mempekerjakan otak kiri dan anak-anak yang eksklusif cenderung mementingkan kepentingan dirinya sendiri.Â
Sehingga, dengan berkurangnya nilai moral dan rendahnya literasi, maka anak akan mudah terprovokasi SARA dan agama. Apalagi saat ini marak akan penyebaran informasi palsu alias hoax yang melahirkan wabah dan virus kebencian hingga menyerang kehormatan dan menuntut korban.