Mohon tunggu...
Asep S Solikhin
Asep S Solikhin Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Guru Hoby menulis "khoirunnasi anfa'uhum linnas"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru sebagai Arsitek Pembelajaran

31 Agustus 2022   09:57 Diperbarui: 31 Agustus 2022   10:00 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di abad 21, guru tidak bisa lagi disebut sebagai pusat pembelajaran. Seiring kemajuan teknologi dan perubahan kurikulum, peran guru terus berevolusi. 

Jika selama ini guru identik dengan istilah "digugu dan ditiru", kini paradigma tersebut terus bergeser. Dengan adanya perubahan pola pembelajaran dan pendalaman materi maka tidak relevan lagi manakala guru berperan sebatas sebagai pengajar.

Peran guru sebagai pengajar mungkin relevan pada masa awal kemerdekaan, karena kala itu kondisi peserta didik sangat tergantung pada sosok guru dalam belajar. Peserta didik sulit mengakses sumber belajar. Saat itu sumber belajar yang berupa buku hanya dimiliki guru. 

Pada kurikulum masa orde lama yang dikenal dengan "Rencana Pelajaran Terurai 1952" siswa berperan sebagai objek karena guru menjadi subjek utama dalam memberikan ilmu pengetahuan. Guru mengatur apa saja yang akan didapat siswa.

Guru juga menjadi pusat keberhasilan siswa pada sistem pendidikan (Hudaidah, 2021). Proses pembelajaran kala itu berpusat pada guru (teacher centered).

Guru mendikte, peserta didik menulis atau guru menulis di papan tulis, peserta didik menyalin di buku adalah proses pembelajaran yang wajar kala itu.

Akhir-akhir ini kita temui anak-anak banyak yang menguasai keterampilan tertentu padahal ia tidak bersekolah di sekolah kejuruan. Kita menemui ada anak-anak yang mahir mengoperasikan gawai padahal sebelumnya kita tidak mengajari mereka cara mengoperasikannya. Dan masih banyak fenomena serupa yang bisa kita temui.

Setelah diselidik, ternyata mereka belajar dari youtube, internet atau media sosial lainnya. Mereka belajar tanpa pengajar. Guru mereka adalah youtube/internet yang mereka putar berulang-ulang. Mereka mempelajari sesuatu yang ingin mereka kuasai sendiri. Jadilah mereka ahli/terampil di bidang yang mereka pelajari. Ada yang terampil main gitar, keyboard, pandai masak dan lain sebagainya.

Ternyata sumber belajar yang baik dan dirancang dengan baik akan mampu membuat seseorang memiliki kompetensi yang diinginkan. Lalu dimana peran guru? Prof. Eko Indrajit menyatakan bahwa dalam konteks inilah peran guru harus berevolusi. Guru tidak lagi berperan sebagai pengajar semata, akan tetapi guru harus bisa berperan sebagai arsitek pembelajaran (Ekoji Channel).

Mengapa dikatakan arsitek? Seorang arsitek bangunan pekerjaannya adalah membuat design bangunan. Setelah design selesai dibuat, design tersebut diserahkan kepada beberapa tukang bangunan kemudian ia mengawasi para tukang dan menginstruksikan kepada mereka melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan design. 

Dalam hal ini arsitek tidak ikut mengaduk-aduk semen. Tidak ikut memasang batu bata dan memasang bahan bangunan. Meski demikian pada akhirnya terciptalah sebuah bangunan sesuai dengan design yang telah dipersiapkan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun