Mohon tunggu...
AS Millah
AS Millah Mohon Tunggu... Dosen - 320636290868000

Pengawas Sekolah Kemenag Kabupaten Tasikmalaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di Masa Darurat Covid-19

5 Mei 2021   12:10 Diperbarui: 5 Mei 2021   13:35 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dewasa ini, ada beberapa ahli mengkritisi pelaksanaan pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di sekolah yang lebih menitikberatkan pada ranah pengetahuan (cognitive). Saya sependapat dengan sebagian para ahli yang mengkritisi pembelajaran PAI dan budi pekerti di sekolah. 

PAI dan Budi pekerti termasuk mata pelajaran pokok dalam struktur kurikulum di sekolah yang bertujuan agar peserta didik mencapai standar kompetensi yang ditetapkan berupa sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ketiga domain tersebut harus dicapai oleh pesertadidik secara holistik dan terintegrasi untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang dirumuskan dlam standar kompetensi lulusan. 

Standar kompetensi lulusan dikembangkan melalui 4 jenis kompetensi, yaitu kompetensi spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi-kompetensi tersebut dikembangkan melalui unit-unit kajian atau konten yang harus dilalui oleh peserta didik pada jenjang dan satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dalam bentuk kompetensi kompetensi minimum yang harus dicapai oleh peserta didik yang disebut dasar.

Implementasinya di sekolah/madrasah PAI dan budi pekerti diajarkan sebatas pengetahuan dengan menafikan unsur sikap dan keterampilan. Sejatinya PAI dan Budi pekerti di sekolah yang menjujung tinggi akhlak dan moral peserta didik sebagai aset masa depan bangsa. Namun jika hanya sebatas ilmu dan tuntutan kurikulum, maka tujuan menciptakan manusia beriman beriman kepada Allah SWT dan berakhlak luhur tidak akan tercapai. Buktinya, merosotnya akhlak kalangan pelajar, tawuran, kekerasan, pergaulan bebas, Ini merupakan gagalnya pendidikan PAI di sekolah. 

Salah satu Kebijakan Kementerian Agama RI adalah penguatan Moderasi Beragama. Penguatan moderasi beragama ini diharapkan dapat dilaksanakan di lembaga pendidikan, baik di madrasah maupun sekolah umum. Renstra kementerian Agama Republik Indonesia  2020-2024 dengan visi “Cerdas dan Unggul” dalam konteks moderasi beragama dapat diterjemahkan ke dalam berbagai program untuk memperkuat dunia pendidikan dalam berbagai tingkatan.

Lembaga pendidikan harus menjadi kekuatan terdepan dalam implementasi dan penguatan moderasi beragama, antara lain dengan memperkuat kurikulum dan materi belajar mengajar yang berperspektif moderasi beragama. Semua kurikulum di lembaga pendidikan di bawah naungan kementerian Agama, baik negeri maupun swasta bermuatan nilai-­nilai moderasi beragama. Seluruh materi pembelajaran sedapat mungkin, terutama mata pelajaran yang berdimensi sosial, politik dan keagamaan, harus mempunyai wawasan moderasi beragama.

Demikian juga dengan materi belajar mengajar, baik berupa buku, gambar, audio­visual dan sebagainya harus dipastikan memperkuat komitmen bernegara, toleransi dan semangat anti­radikalisme. Konten media sosial yang bisa menjadi sumber belajar anak juga harus diperbanyak dengan konten moderasi beragama. Selain pada kurikulum, penguatan visi moderasi beragama di jalur pendidikan juga harus menyasar guru-guru baik guru PAI maupun guru yang mengampun mata pelajaran lainnya,  karena guru merupakan faktor kunci yang memberi informasi pengetahuan dan penanaman nilai­nilai tertentu pada siswa. Mareka harus memeiliki perspektif moderasi beragama.

Beberapa ahli sudah menggodok beberapa metode pembelajaran di sekolah pada masa pandemi Covid-19, di antaranya adalah Project Base Learning, daring method, luring method, home visit method, integrated curriculum dan blended learning.  Pembelajaran pada masa Covid-19 ini menuntut semua pihak sepeti guru, orang tua dan peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru. Guru memilih metode yang dianggap tepat dengan kondisi darurat ini dengan pertimbangan-pertimbangan pratis dan aksebilitasnya.

Metode pembelajaran seperti Project based learning dapat digunakan dalam pembelajaran masa darurat Covid. Siswa diberi tugas projek permasalah tertentu  dalam tenggang waktu yang ditentukan pada kompetensi dasar tertentu mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Integrated curriculum dapat juga digunakan  ketika beberapa orang guru dalam Tim memberi tugas belajar kepada peserta didik pada tema yang ditentukan seperti pembelajaran tematis yang terdiri dari beberapa mata pelajaran.

Pelaksanakan pembelajaran masa covid ini ada yang dilaksanakan secara daring (on line / dalam jaringan) ada pula yang luring (off line/ luar jaringan) bahkan ada juga yang campuran (blenden learning). Permasalahan yang dihadapi umumnya  terkendala masalah jaringan, akes internet, biaya pulsa/kuota.  

Kendala ini tidak hanya dihadapi  oleh pesera didik, tetapi juga dihadapi oleh pendidik dan orang tua.  Banyak orang tua mengeluh atas ketidak mampuan mereka mengajari anak-anaknya, terutama mereka yang memi,liki  anak pada PAUD dan sekolah dasar,  sehingga mereka mengingikan anak-naknya masuk seklah biasa. Metode yang cocok untuk pembelajaran PAI dan Budi pekerti di SMA  projek based leraning dengan system daring. Karena mereka sudah mulai dapat berpikir kritis dan dapat mengakses dari berbagai sumber melalui litetrasi IT yang memadai.

Kefektifan pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di SMA pada masa Pandemo Covid-19 memang berkurang jika dibandingkan dengan situasi normal. Demikian juga pelaksanaan penilaian peserta didik ketika mereka BDR. Sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi pendidik untuk menentukan nilai ujian sebagai tolak ukur kelulusan. Di antara masalahnya adalah tidak ada pengawasan seperti pada ujian ofline. 

Pembelajaran masa pandemi ini, guru tidak perlu memberikan seluruh seluruh kompetensi dasar  yang tertera pada kurikulum. Guru harus  memilih materi-materi esensi yang harus dicapai oleh peserta didik.  Demikian pula dalam penilaian, Peserta didik tidak dituntut harus mencapai target ideal seperti tercantum dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, hal ini disebabkan kedaruratan. Oleh karena itu, pembelajaran masa darurat ini tidak menekankan pada hasil belajar yang ideal tetapi pada lebih menekankan pada prosesnya. Perlu dibangun kerjasama anatara sekolah dan orang tua agar mereka mendorong dan mengawasi anak-naknya ketika waktu belajar.

Wallahu ‘a’lam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun