Mohon tunggu...
Asep Saepudin Soleh
Asep Saepudin Soleh Mohon Tunggu... Guru - Jangan berharap kepada makhluk jika tak ingin kecewa

Perluas wawasan seluas nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyum Itu Kini Tak Terlihat Lagi

14 Oktober 2020   14:15 Diperbarui: 14 Oktober 2020   14:26 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Senyum”, begitulah teman-temannya memanggil. Adalah Randita, seorang siswa si sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dipanggil “Senyum” karenan kalau dia disapa, pasti dia tersenyum. Menarik kereta kuda atau delman dan mencari rumput sepulang sekolah menjadi kegiatanya sehari-hari. Dia anak yang rajin sekolah. Tetapi sayang walau sudah menginjak usia sekolah menengah ternyata dia belum bisa membaca. 

Selama sekolah di SD ibu guru telah mengajarinya membaca tetapi belum menampakkan hasilnya. Ibu dan kakanya di rumah juga selalu memotivasi dan mengajarinya membaca. Tetapi belum berhasil, terkadang dia merasa minder karena cemoohan teman-temannya.

Pada suatu hari Randita sempat mengamuk dan tidak mau lagi sekolah karena ejekan teman-temannya. Keadaan seperti itu mengundang rasa empati pada Bu Halimah seorang guru BTQ di SMP tersebut, lalu dia mengajak Randita untuk belajar membaca. Tetapi beberapa kali dia menolak karena malu oleh teman-temannya. 

Dengan lembut Bu Halimah memberi motivasi pada Randita dan memberi pengertian kepada teman-teman sekelasnya agar tidak lagi mencemoohkannya. Akhirnya mereka tidak lagi mengejek Randita, bahkan teman-temannya sesekali mengajarinya membaca.

Setiap hari sebelum pelajaran dimulai Randita selalu dibimbing oleh Bu Halimah. Ibu Guru ini berharap minimal keluar SMP Randita bisa membaca, atau ada bakat yang bisa dikembangkan darinya. Karena menurut buku yang Bu Halimah baca kecerdasan seseorang tidak hanya diukur dari IQ nya saja melainkan Multiple Inteligens,  yang meliputi kecerdasan musikal, kecerdasan gerakan tubuh, kecerdasan logika matematika, kecerdasan bahasa, kecerdasan ruang, kecerdasan intrapribadi, kecerdasan natural, dan kecerdasan spiritual. Tak terasa delapan bulan sudah Randita dibimbing oleh Bu Halimah, tetapi apa yang diharapkan belum menjadi kenyataan. 

Pada suatu hari Randita pergi ke kantor menanyakan keberadaan Bu Halimah. Tetapi Randita tidak menjumpanya sampai beberapa hari setelah itu. Ternyata Bu Halimah sudah tidak lagi mengajar di sekolah tersebut. Tentu saja Randita merasa kehilangan, kini tidak ada lagi guru yang peduli mengajarinya membaca.

Memasuki kelas VIII semester genap, kurang lebih sudah dua bulan Randita tidak sekolah. Guru-guru pun menanyakan kepada teman-teman sekelasnya. Berdasarkan informasi dari teman-teman sekelasnya Randita dinyatakan sakit jiwa. Dia defresi sampai ada keinginan untuk mengakhiri hidupnya, kini dia berada dalam pengawasan dokter di rawat di Rumah Sakit Jiwa Bandung. Pihak sekolah yang diwakili oleh Bu Anya sebagai WKS Kesiswan, TU dan seorang guru pergi ke rumah Randika untuk memastikan kebenaran informasi mengenai keadaan  Randita.

Ibu dan kakaknya yang perempuan kemudian menjelaskannya bahwa Randita awalnya sering digigit kuda kepunyaannya tetapi tidak diobati secara benar karena dianggap sudah biasa dan tidak membahayakan.

 “Jadi anak ibu sekarang itu terjangkit virus rabies  dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa selama kurang lebih dua bulan, Neng”, kata Ibu Randita sambil berurai air mata. 

“Kalau sebelum di rawat gejalanya bagaimana, Bu?”, tanya Bu Anya. 

“Kalau pulang narik suka ngamuk-ngamuk dan berkata ingin mati sebagai pelampiasan karena teman-temanya mengganggu.

 “Ibu teh hoyong gaduh budak sakola enya oge budak ibu bodo, Neng”, sambung Ibu Randita sambil menangis sedih. 

Dua bulan masa pengobatan Randita selesai kini Randita sudah sembuh, tetapi sayang dia sudah tidak mau lagi melanjutkan sekolahnya, dia asyik dengan kegiatannya menarik delmannya. “Senyum itu kini tak terlihat lagi”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun