Mohon tunggu...
Asep Nurjamin
Asep Nurjamin Mohon Tunggu... Dosen - suka menulis dan membaca puisi

Sedang berusaha untuk menjadi orang baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angin Terakhir Desember Ini

8 Desember 2018   12:33 Diperbarui: 8 Desember 2018   12:45 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen
"Angin Terakhir Bulan Desember"
Oleh: Asep Nurjamin

Kini kita hanya dua titik, noktah di tengah samudera kehidupan. Saling menjauh, bertemu, dan jatuh dalam kekecewaan. Lalu  saling melupakan, membiarkan diri menderita dalam luka yang tak mungkin karam dan terhapus  arus air sungai kesepian.

"Aku merindukanmu", tulisku dalam sebuah pesan yang entah ke berapa. Dan entah keberapa kali pula diabaikanya. Padahal, hasratku terus bergelora untuk sekadar mendengar kabar tentangnya.

Aku kian merasa sedih dan sendirian. Dia  pasti lupa aku. Itu yang aku khawatirkan sejak dulu. Tak ada satu pun pesanku yang dibalasnya. Hingga hilang semua harapan untuk menunggunya.

Kesibukanku di tempat kerja terasa kian mendera dan tak memberiku kesempatan untuk sekadar menghabiskan rasa penasaran mencari dan menemukan alamatnya. Untuk sekadar bertemu dan mengetahui apa yang terjadi padanya. Aku yakin, Google map akan membantuku untuk segera menemukan alamatnya.

Dia menghilang bagai debu terbawa angin lalu. Facebook dan whattsap sebagai satu-satunya alat berkomunikasi dengannya telah hampa dan dibuat kosong tanpa makna. Tak ada lagi percakapan hangat penuh canda. Aku kehilangan dia.

Aku menyesali diriku yang terburu-buru menyatakan cinta dan minta bertemu. Aku akan berbesar hati dan menerima apa adanya jika itu memberatkanmu. Katakanlah bahwa dia tidak mencintaiku dan akan memandangku sebagai teman semata.

Hanya melalui FB dan WA sedikit-sedikit aku menyingkap rahasia pribadinya. Tapi itu tak memuaskanku. Dia itu prismatis, penuh warna, sulit kuduga, dan bikin penasaran.

Kadang dia tampak lucu menghibur. Kadang tampak lincah penuh gairah. Kadang tampak alim dengan pesan penuh makna. Kadang tampak lemah minta dikasihani. Kadang lembut penuh kasih. Kadang dia tampak binal menantang penuh gairah.
************
Pagi itu aku dikagetkan dengan tanda pesan masuk dari nomornya. Tepatnya, kaget penuh bahagia. Eh, heran juga aku pada diriku sendiri. Setiap hari menunggu pesan darinya tetapi tatkala kulihat pesan itu aku merasa tak percaya bahwa itu pesan darinya. Rasanya seperti dalam mimpi menerima pesan permintaan maaf.

Sejak dahulu, memang dia penuh kejutan. Itu aku alami sejak pertama kita berkenalan. Begitu sulit kudapatkan profilnya. Itu pun tak memuaskanku. Aku tak berhasil mendapatkan banyak informasi tentangnya, dia masih tetap misteri buatku. Barangkali inilah yang membustku semakin sulit melupakannya.

Seperti pesannya pagi ini: alamat rumahmu lengkap dan memberiku izin untuk bertemu. Hapuslah semua prasangka buruku terhadapnya. Ternyata, selama ini dia memendam perasaan yang serupa, rindu untuk bertemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun