Mohon tunggu...
Asep Nurjamin
Asep Nurjamin Mohon Tunggu... Dosen - suka menulis dan membaca puisi

Sedang berusaha untuk menjadi orang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekayaan, Kebahagiaan, dan Kesederhanaan

29 September 2018   10:53 Diperbarui: 3 Oktober 2018   08:32 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Pasti ada yang salah. Jika bahagia, susah, senang ditentukan dengan jumlah uang diterima. Jika kebahagiaan diukur dengan kekayaan. Jika kekayaan dirasa membuat kita bahagia, itulah tipuan dunia. Hanya akan bertahan sebentar sesaat saja. Karena syahwat kita akan mengarahkan kita pada kekayaan lain, kekayaan yang lebih banyak lebih menggiurkan dan lebih memabukkan.

Sebenarnya, kekayaan itu hanyalah candu. Pembius akal sehat dan keimanan. Godaannya sungguh hebat luar biasa. Apa pun bisa dikurbankan untuk mendapatkannya. Keluarga, bahkan diri sendiri menjadi tak berarti jika sudah berhadapan dengan kekayaan.

Kekayaan senantiasa mendesak orang untuk berlaku serakah tanpa rasa puas. Lihatlah, siapakah orang berani mengembat uang negara? Siapakah yang berani menyikat uang rakyat? Perhatikan, mereka bukan dari kslangan orang berpenghasilan rendah melainkan orang bergaji tinggi dengan sejumlah fasilitas hidup yang cuma-cuma. Lalu, untuk apa mereka korupsi? Sederhana saja jawabannya. Mereka mencuri, hanya sekadar hendak melampiaskan syahwat dunia, bukan untuk kegiatan yang heroik dan terpuji.

Kebahagiaan dan kekayaan adalah dua hal yang berbeda. Kekayaan itu terletak di luar diri kita sedangkan kebahagiaan terletak di sini di dalam diri kita, di hati kita. Kekayaan itu harus dicari, perlu kerja keras dan kesungguh-sungguhan sedangkan kebahagiaan didapat dengan menikmati dan menikmati setiap yang Tuhan beri.

Seseorang merasa cukup bahagia jika hari ini dapat makan. Tapi seorang artis baru merasa bahagia jika dapat membeli Ferari. Seseorang merasa bahagia karena anaknya sembuh dari sakit. Ada seorang ibu yang bahagia karena anaknya diangkat jadi direktur utama sebuah perusahaan. Ada orang yang merasa bahagia cukup dengan minum kopi bersama temannya di pinggir jalan. Tapi ada orang yang tidak bisa bahagia walaupun makan siang dengan teman bisnisnya di sebuah restoran mewah di hotel bintang lima.

Lalu, siapakah pemilik kebahagiaan itu? Kebahagiaan adalah milik orang merasa cukup dengan semua yang dimilikinya. Bukan milik orang yang memiliki segalanya. Dia adalah milik hati yang tenang yang tidak membayangkan kekayaan yang dimiliki teman dan tetangganya. Ia tundukan pandangan pada kesederhanaan dan kesahajaan. Ia mencari dan menggali di dalam dirinya ketenangan dan ketenteraman dalam sandaran kepada Sang Maha Pencipta sebab "kebahagiaan adalah perasaan syukur dan ikhlas menerima apa pun yang kita dapatkan".

Jadi, Andalah pemilik kebahagiaan itu!

@salam dari Asep Nurjamin di Bumi Guntur Melati

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun