Mohon tunggu...
Asep Ikhwan
Asep Ikhwan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat sosial enterpreneur yang mengelola yayasan pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin Yang tegak di puncak bukit Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, Yang tumbuh di tepi danau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mental Accounting dan Prilaku Ekonomi Individu yang Tidak Rasional

29 Oktober 2022   15:20 Diperbarui: 29 Oktober 2022   15:40 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dewasa ini kita disuguhkan beberapa istilah baru seperti Frugal Living  atau gaya hidup hemat kaum milenial atau Gen Z, kini kita dihadapkan istilah baru kembali yaitu Mental Accounting. Frugal living dan mental accounting menarik untuk kita ulas karena sangat relevan dengan prilaku ekonomi kita sehari-hari.

Apa itu Mental Accounting?  intinya adalah kita melakukan pembagian pos keuangan dalam mental pikiran kita, dan kemudian kita memperlakukan uang secara berlainan berdasar pos masing-masing.  Misalnya kita mendapatkan gaji bulanan, maka kita secara otomatis akan membagi pos gaji tersebut misalnya biaya hidup bulanan, bayar cicilan/angsuran, dana investasi dan dana darurat lalu sisanya untuk dana hiburan/entertain.

Pembagian pos-pos pengeluaran tersebut disebut Mental Accounting. Masalah yang muncul adalah secara psikologi kita akan memperlakukan uang tersebut secara khusus. Kita akan cendrung hat-hati dan ketat dalam pengeluaran dana darurat tetapi akan lebih boros dalan mengalokasikan dana hiburan/entertain.

Kemudian misalnya kita mendapatkan dana bonus misal THR atau bonus kinerja , maka kita akan cendrung memperlakukan dana tersebut sebagai dana yang bebas digunakan apa saja  untuk senang-senang, belanja dan sebagainya karena dianggap dana rejeki nomplok atau uang kaget sehingga lupa dengan perencanaan keuangan yang sehat.

Berdasarkan uraian diatas maka kita bisa menyimpulkan perlakuan yang berbeda terhadap uang berdasar sumber pendapatan yang kita terima akan membuat prilaku ekonomi individu menjadi tidak rasional atau tidak sehat.

Seharusnya ketika kita menerima dana gaji Rp 5 juta misalnya, perlakuannya harus sama dengan ketika kita menerima dana THR atau bonus Rp.5 juta. Namun kenyataannya kita selalu dijebak oleh Mental accounting ini. pada prakteknya prilaku mental accounting ini akan merugikan kita sebagai individu.

Perlakuan kita kepada uang baik gaji, bonus ataupun uang kaget harus sama, alokasikan untuk biaya hidup dan sisanya untuk menabung. Hindari membeli barang-barang yang tidak kita perlukan. Sewajarnya saja. Kita harus hidup secara sehat, tidak terlalu perhitungan tetapi rasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun