Mohon tunggu...
Asep Supriyadi
Asep Supriyadi Mohon Tunggu... Dosen - * Dosen STAI Al-Azhary Cianjur

* Dosen STAI Al-Azhary Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Ontologi Lebaran dan Kamuflase Materialisme

7 Juni 2019   06:54 Diperbarui: 9 Juni 2019   18:02 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: getty images

Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat sesuatu. Secara bahasa, Ontologi lebaran adalah hakikat lebaran. Apa itu hakikat lebaran? Secara bahasa, lebaran berasal dari kata lulubaran yang artinya saling melepaskan. Dosa-dosa adami yang berhubungan di antara keturunan anak adam dilepaskan sehingga kembali pada posisi nol-nol. Satu sama lain saling memaafkan.

Ontologi Lebaran

Bagi umat Islam, lebaran juga diistilahkan dengan idul fitri, kembali pada kesucian. Manusia pada lebaran diidentikan dengan manusia bersih karena proses penggemblengan pada bulan ramadhan. Puasa, Zakat, saling bermaafan dan ibadah lainnya merupakan instrumen terwujudnya manusia yang kembali pada kesucian (iedul fitri).

Sebelum lebaran tiba, manusia pada umumnya mengusahakan dirinya untuk bisa membeli baju baru yang akan dipakai pada lebaran. Toko baju, mall dan pusat perbelanjaan lainnya padat oleh kerumunan orang. Kebiasaan itu sering terjadi dalam rangka menyambut hari kemenangan, hari lebaran, iedul fitri.

Padahal, ada pepatah mengatakan laisal 'id liman labisal jadiid walakinnal 'id liman tho'atuhu tajiid. Hari 'Id bukanlah bagi mereka yang berpakaian baru, tetapi hari 'id adalah bagi mereka yang ketaatannya bertambah. 

Dari pepatah tersebut didapat sebuah intisari bahwa pakaian atau casing materi bukanlah hal yang esensi. Yang esensi adalah ketakwaan Takwa adalah penutup diri yang indah. Pakaian esensi adalah ketakwaan. 

Sebagaimana dalam Al-Qur'an Q.S. Al-A'raf ayat 26 yang artinya: "Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik" . Dalam sebuah syair dikatakan: "Jika seseorang tidak memakai pakaian ketaqwaan, menjadi telanjang walau ia berpakaian"


Kamuflase Materialisme

Pada realitanya, pada saat lebaran, pada saat mudik, orang-orang sedikit menunjukan materi yang dimilikinya. Padahal sesungguhnya, ia tidak memiliki sesuatu. 

Tetapi, karena ingin dilihat oleh orang lain, maka ia rela meminjam. Inilah budaya materialisme, tak peduli apa yang terjadi yang penting tampil gaya. Ia ingin terlihat bermateri, terlihat oleh orang wah. Ke-riya-an, ingin dilihat oleh orang bermula dari faham materialisme, yang terlihat yang nampak. Ia tidak melihat yang bathin yang esensi.

Padahal, puasa merupakan ibadah yang menekankan esensi bathin. Puasa itu sendiri hanya Allah yang akan memberikan pahalanya, karena puasa merupakan ibadah yang tidak terlihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun