Mohon tunggu...
Asep Bahtiar Pandeglang
Asep Bahtiar Pandeglang Mohon Tunggu... Wiraswasta - bahtiar.net

Baca buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

3 Pokok Gagasan Besar Gus Dur

9 Desember 2019   18:19 Diperbarui: 9 Desember 2019   18:20 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
images from timesindonesia.com

Pluralisme dan toleransi
Suatu aspek yang sangat mudah dipahami dari sosok Gus Dur adalah pemikirannya tentang pluralisme dan toleransi, pendukung kelompok minoritas, khususnya Cina-Tionghoa-Indonesia, bahkan ia tidak ragu-ragu membela kelompok agama minoritas, kepercayaan dan kelompok lain yang dianggap sebagai hak asasi manusia yang didiskriminasi dan dilanggar.

Dalam bahasa lain, Gus Dur dapat dilihat sebagai tokoh yang berjuang untuk menerima kenyataan sosial bahwa Indonesia sangatlah beragam, ia mencintai budaya Islam tradisionalnya dan juga pesan utama Islam itu sendiri. lebih dari itu, Gus Dur adalah sosok spiritual dan sosok moderat yang mampu menemukan keseimbangan antara kepentingan duniawi dan Ukhrowi.

Ada pertanyaan mendasar yang sering diungkapkan oleh orang "barat" tentang Gus Dur, bagaimana bisa, bahwa seseorang yang sangat mencintai agamanya dan terutama subkultur agama tempat dimana ia tumbuh, ia juga menjadi seorang yang pluralistik dan humanis seseorang yang dapat membuat jatuh cinta dari semua kalangan. Salah satu idiom populer Barat modern atau budaya kebarat-baratan adalah, kata menyerah, dogmatik non toleran, fakta ini sama sekali tidak berlaku bagi Gus Dur.

Pikiran Gus Dur seringkali membuat banyak interpretasi tentang sosoknya, kebingungan yang berasal dari kenyataan bahwa di satu sisi, Gus Dur dapat dilihat dan dikenal oleh banyak orang sebagai tokoh agama dan di sisi lain banyak ditafsirkan sebagai politisi sekuler dan juga sebagai seorang intelektual liberal.

Politik, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
Sebagian besar diskusi tentang Gus Dur, atau bahkan lebih jarang tentang tulisannya, berfokus pada satu atau aspek lain dari identitasnya. Maklum, sikap, kelincahan, strategi, dan taktik politiknya, biasa ia diskusikan daripada perjuangannya dengan dunia pesantren.

Jika Anda ingin memperhatikan, sangat jarang berita atau tulisan tentang Gus Dur yang mengangkat subjek tentang dirinya sebagai tokoh agama yang memimpin organisasi Islam terbesar di Indonesia dan bahkan dunia.

Sebagai tokoh nasional yang dianggap sebagai guru nasional, Gus Dur juga dikenal sebagai intelektualis publik yang dihormati dan selalu berkampanye untuk demokratisasi dan penegakan hak asasi manusia. Akibatnya, banyak orang merasa sulit untuk memahami bagaimana seorang Muslim yang sangat setia, atau pengikut agama yang taat, dapat menjadi tokoh liberal yang sangat modern.

Membahas gaya komunikasi politik, dan membuka kemungkinan munculnya beragam penafsiran dari berbagai gaya yang dihadirkannya. Sikap politik Gus Dur yang fleksibel berubah menjadi kekuatan yang selalu diperhitungkan oleh semua orang. Ia tidak alergi bertemu banyak orang, mendengarkan dan membangun kerja sama dari berbagai pihak, termasuk orang atau kekuatan politik yang berselisih dengannya. Membaca Gus Dur tiada lain seperti membaca skenario cerita yang diwarnai oleh banyak peristiwa tak terduga.

Gaya komunikasi politik Gus Dur memang unik dan berbeda dari kebanyakan tokoh nasional dan internasional. Ia seringkali membuka wacana di media massa tentang banyak hal, termasuk masalah yang dianggap sensitif bagi sebagian orang. Mengkritik orang dan menentang kelompok tertentu yang dianggap menyimpang tampaknya merupakan merek dagang Gus Dur.

Gagasan besar yang sampai sekarang selalu diterapkan oleh Gus Dur adalah proses demokratisasi di Indonesia. Jika diamati dengan benar, Gus Dur selalu mengadakan wacana yang berbeda di berbagai masyarakat untuk menjelaskan berbagai kegiatan atau sikap mengenai pertumbuhan kekuatan demokrasi dan untuk mempengaruhi masyarakat, mengubah dan mempertahankan bentuk masyarakat yang demokratis.

Dualisme Islam dan negara
Gus Dur mengedepankan konsep dualisme legitimasi antara agama dan negara, yaitu bahwa negara harus memberikan legitimasi pada agama-agama yang ada, termasuk Islam, dan agama Islam yang dianut oleh mayoritas bangsa. Gus Dur menekankan dengan tegas bahwa negara Pancasila tidak pernah tertarik pada negara agama, dalam hal ini negara Islam. Itulah sebabnya negara Pancasila tidak dimaksudkan untuk menerapkan hukum Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun