Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Lanjutkan Meja Ini

4 April 2025   19:51 Diperbarui: 4 April 2025   21:22 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Meja dan Teko (Sumber: canva.com/dream-lab)

Cerpen ini adalah penutup dari trilogi "Satu Meja, Seribu Cerita."
Meski bisa dibaca secara mandiri, kisah ini akan terasa lebih dalam bila mengenal dua cerita sebelumnya: tentang Mbak Surti, seorang ibu yang membuka meja kayu di teras rumahnya untuk siapa saja yang ingin berbuka puasa.

Jika cerita pertama, "Satu Meja, Seribu Cerita," memperkenalkan dunia dan tamu-tamu di meja itu, dan cerita kedua, "Jika Takdir Masih Mengizinkan," menjadi ruang renungan tentang kehilangan, maka "Lanjutkan Meja Ini" adalah momen ketika cinta yang ditinggalkan kembali tumbuh.

Lela, anak Mbak Surti, perlahan menerima takdir dan keberanian untuk meneruskan warisan ibunya. Meja itu pun hidup kembali, menjadi tempat semua kenangan pulang.

"Cinta tidak hilang. Ia hanya berpindah tempat. Dari tangan yang memberi, ke hati yang terus mengingat."
- Mbak Surti

Meja yang Tak Pernah Kosong: Kisah Terakhir Sebelum Takbir

Lebaran tinggal dua hari. Di Kelurahan Sumbersari, aroma ketupat dan suara anak-anak yang berlatih takbiran mulai mengisi celah-celah gang sempit. Tapi di rumah nomor 17, tepat di ujung lorong, suasana masih seperti Ramadan. Meja kayu tua di teras itu tetap ada. Retaknya masih di ujung, kendi teh di tengahnya. Yang berubah hanya satu: tidak ada lagi Mbak Surti.

Sudah hampir setahun sejak perempuan itu berpulang, tapi meja yang ia tinggalkan belum kehilangan makna. Kini, meja itu dijaga oleh Lela, anak semata wayang yang pulang setelah semua ucapan duka mereda. Butuh waktu bagi Lela untuk berdamai dengan kepergian ibunya. Bahkan lebih lama lagi untuk memahami bahwa ia tak sekadar ditinggalkan, tapi juga dititipi.

Dan titipan itu bukan warung, bukan harta, tapi sebuah meja dan semua cerita yang pernah hidup di atasnya.

Malam ke-28 Ramadan, Lela kembali menata meja seperti yang dulu dilakukan ibunya. Kolak pisang, teh tawar hangat, dan beberapa piring kecil berisi kurma disusun perlahan. Di hatinya, masih ada keraguan. Tapi ada juga suara halus yang mendorong: lanjutkan.

Satu per satu, mereka mulai datang.

Aji datang pertama, membawa kurma dan senyum yang lebih dewasa. Ia kini menjadi guru les.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun