Meredam rasa geram, selembar surat itu kubuka dan mulai kuikuti satu demi satu kata-katanya. Surat dari seseorang yang menurutku, kerap mengintervensi kehidupanku.
"Dear Aliya,
Apa kabar.
Ini hari Kamis, dan jangan coba-coba 'tuk menangis."
Huh, siapa pula yang menangis? Tak pernah aku melakukannya, setidaknya dalam sebulan ini aku absen cengeng. Penulis surat ini benar-benar sok tahu, rutukku dalam hati.
"Tentu maksudku bukan engkau mengeluarkan air matamu dan sesenggukan di pinggir bale-bale. Bukan. Kutegaskan ya, engkau sudah jarang menulis. Lalu apa pengganti aktifitas tersebut? Melamun bukan? Melayangkan angan tak guna. Itu sama saja menangisi waktu yang terbuang.
Aliya sayang, tak baik hanya duduk--duduk saja. Do something. Lakukan sesuatu."
Enak saja. Bicara mudah, prakteknya susah, rungutku.
"Aku tahu, kau pasti berkata tak mampu."
Surat itu ingin kuremas dan kulempar ke tempat sampah.
Alih-alih kulempar, aku melanjutkan membaca.