Mohon tunggu...
Bang Fu
Bang Fu Mohon Tunggu... Penulis - Kuncen di kolom #Criticaldailyreportase dan #PedagogI'n'AnalogI

"meletup-letuplah api kebersamaan dan jadikanlah daku penerang untuk gelapnya dunia ini" -sastrus24

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Revitalisasi Bulan Bahasa dalam Kajian Sumpah Pemuda

27 Oktober 2016   10:12 Diperbarui: 28 Oktober 2016   11:04 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumen pribadi

Hampir sebulan ini kita menghabiskan diri pada Bulan Bahasa Dan Sastra yang jatuh setiap bulan Oktober, ditetapkannya Oktober sebagai bulan bahasa dan sastra tak jauh dari  peristiwa Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober setiap tahunnya. Memang pada kurun masa sebelum peristiwa tersebut, indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku dan bahasa belum memiliki sebuah lingua franca sebagai bahasa pemersatu, semuanya masih bersifat kedaerahan dan individual, lalu dengan semangat yang di kobarkan pemuda-pemudi indonesia yang berasal dari berbagai daerah. Maka, tercetuslah peristiwa Sumpah Pemuda yang didalamnya menyebutkan bahwa Bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu.

Sumpah Pemuda sendiri dianggap sebagai gabungan antara proses perjuangan dan cita-cita dalam menunjukkan pergerakan menuju indonesia merdeka, di dalam ikrar tersebut terdapat semangat tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia.Dan dari sinilah muncul arti sebuah kemerdekaan bagi pemuda-pemuda bangsa.

Dalam perkembangannya bahasa Indonesia sering digunakan sebagai bahasa resmi instansi pemerintahan maupun non pemerintah. Bahkan dalam suatu keadaan Bahasa Indonesia juga bisa sebagai alat terjemah bagi sebuah bahasa daerah yang mungkin belum dimengerti oleh orang asing (baca:suku lain). 

Sebagai contoh pada tahun 2008, pemetaan bahasa menyebutkan ada sekitar 442 bahasa yang terdapat di Indonesia. Jumlah tersebut adalah jumlah yang sangat besar, dan mungkin kita tidak akan pernah bisa  kuasai semuanya. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang memungkinkan kita untuk dapat berkomunikasi dengan semua orang Indonesia, tanpa perlu menguasai ke-442 bahasa itu. Namun, sekarang ini popularitas bahasa indonesia kalah jauh dengan  bahasa asing lain semisal bahasa inggris yang justru banyak digandrungi oleh kaum muda indonesia serta didukung oleh banyaknya acara televisi yang sering menggunakan istilah asing serta diperparah dengan nama-nama toko maupun iklan yang terpampang di pinggir jaland dengan bahasa asing, padahal bahasa indonesia yang diresmikan ketika sumpah pemuda jauh memiliki sebuah arti bagi masyarakat kita yang mampu berdiri mandiri.

Padahal semestinya pada bulan bahasa ini kita jauh lebih meningkatkan keprihatinan kita terhadap kebahasaan maupun kesusastraan sastra indonesia, walaupun sebenarnya penyelenggaraan bulan bahasa sudah banyak diramaikan oleh banyak instansi maupun lembaga terutama pihak universitas dengan mengadakan berbagai macam perlombaan maupun seminar kebahasaan. Sayangnya penyelenggaraan itu dirasa kurang maksimal ditambah pula sikap masyarakat kita yang seakan-akan menutup telinga menjauhi semaraknya bulan bahasa.  Padahal kegunaan bahasa bukan melulu untuk berkomunikasi saja, di dalamnya masih terdapat fungsi lain. Seperti halnya fungsi pengekspresian diri.

Salah satu fungsi komunikasi dimana Bahasa berfungsi sebagai pengekspresian diri yang berarti dalam menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi, serta kritik terhadap sesuatu membutuhkan setidaknya bahasa yang menarik dan dapat diterima orang lain. Seringkali para tokoh sastra seperi halnya W.S Rendra, Taufik Ismail, Chairil Anwar dan tokoh-tokoh lainnya yang lebih sering mengekspresikan diri mereka lewat karya-karyanya.

“Kami memberikan nyaris seluruh perhatian dan memeras pikiran untuk politik,’’

Salah satu kutipan artikel yang ditulis oleh A.S Laksana, seorang kritikus sastra yang mengatakan salah satu masalah sastra yang dihadapi indonesia adalah politik. Ya hampir seluruh aspek kehidupan kita dihantui kata politik tak terkecuali sastra indonesia yang hampir tak memiliki identitas baik itu di ranah sendiri maupu ranah orang lain disertai penafsiran bebas arti kata sastra itu sendiri.

Di sekolah-sekolah kita banyak diajarkan pembabakan sebuah kajian sastra, kebanyakan dibagi berdasarkan kemiripin suatu unsur instrinsik didalam suatu karya. Sesungguhnya Sesungguhnya persoalan penamaan angkatan dan periode bagi pembabakan sejarah kesusastraan Indonesia pernah disinggung Ajib Rosidi. Menurutnya istilah angkatan dalam sastra Indonesia telah menimbulkan berbagai kekacauan.“Dalam suatu periode mungkin saja kita menemukan aktivitas lebih dari satu golongan pengarang yang mempunyai konsepsi yang berbeda-beda; sedangkan munculnya periode baru dengan konsespsi yang baru.” Berbeda dengan istilah angkatan, istilah periode lebih netral dan melingkupi rentang waktu relatif panjang. Satu periode saja dapat saja melingkupi masa lebih dari satu dasawarsa.

Belajar dari kesalahan tersebut, justru disinilah letak peran dan fugsi diadakannya bulan bahasa bagi warga indonesia, bukan hanya sebagai sebuah peringatan saja melainkan lebih kepada momentum untuk mengenalkan dan mempelajari lebih dalam perihal kebahasaan dan kesusastraan sastra kita yang belum menemukan kebakuannya tersendiri. Dengan tidak adanya kebakuan tersebut justru identitas kebahasaan kita patut dipertanyakan, sebarapa besarkah kita mencintai negara ini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun