Mohon tunggu...
Muchammad Alfarisi
Muchammad Alfarisi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Laki-laki

Kita Semua Setara

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK dan Penyadapannya

17 Oktober 2019   09:49 Diperbarui: 17 Oktober 2019   09:51 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KPK dan Penyadapannya Salah satu hal yang ramai diributkan banyak orang setelah Revisi UU KPK adalah "Bagaimana nasib penyadapan yang dilakukan oleh KPK"? Apakah dengan UU KPK yang baru, justru melemahkan KPK terkait kegiatan dan hasil penyadapan?? 

Sebagai informasi kita bersama, satu-satunya dasar hukum KPK berhak untuk melakukan Penyadapan ada dalam Pasal 12 UU No.30 tahun 2002 yang menyatakan bahwa untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan KPK berhak melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Sayangnya UU No.30 tahun 2002 tidak menjelaskan dengan rinci mekanisme dan batasan mengenai pelaksanaan penyadapan tersebut. 

Apakah ada peraturan perundang-undangan lain yang mengatur penyadapan? Setahu saya tidak ada, teknis lebih lanjut tentang penyadapan hanya diatur dalam SOP INTERNAL KPK saja.

Hal tersebut berbeda dengan penyadapan yang dilakukan dalam kasus terorisme yang oleh pasal 31 PERPPU No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah disahkan sebagai Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah diatur secara rinci pelaksanaannya. 

Pertanyaannya apakah SOP Internal bisa menjadi dasar hukum yang mengikat semua warga negara? Jawabannya jelas tidak, SOP Internal hanya berlaku mengikat di Internal lembaga yang membuat SOP saja (in casu di internal KPK) saja.

Saya membandingkan respon dan kinerja KPK dengan KPU dalam merespon kewenangan yang hanya diatur secara umum oleh UU kepada KPK maupun KPU. KPU dalam merespon hal-hal yang hanya ditaur secara umum dalam UU terkait Pemilu/Pilkada dengan menggunakan instrumen Peraturan KPU (PKPU), dimana sebelum disahkan menjadi PKPU dilakukan uji publik, lalu di finalisasi dan diundangkan dalam lembaran negara. 

Sehingga menjadi peraturan yang sah. Hemat saya semestinya KPK juga melakukan hal yang sama dengan KPU, dimana KPK membuat semacam Peraturan KPK (PKPK) untuk mengatur penyadapan dan peraturan tersebut diundangkan dalam lembaran negara sehingga mengikat.

Tapi entah kenapa sudah 17 tahun KPK tidak juga mengatur tentang penyadapan dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang mengikat. Malah audit tentang penyadapan yang dibuatkan PKPK melalui PKPK No.7 tahun 2015 tentang audit penyadapan. 

Dengan diaturnya secara lebih rinci Penyadapan diatur dalam UU KPK yang baru maka membuat hasil penyadapan KPK lebih mempunyai kekuatan hukum, karena mempunyai dasar hukum yang lebih jelas, terutama dalam pelaksanaan penyadapannya, karena langusng dibawah payung hukum UU.

Apalagi amanah pasal 31 ayat (4) UU No.11 Tahun 2008 agar pemerintah membuat Peraturan Pemerintah tersendiri yang mengatur mengenai penyadapan (intersepsi), sampai dengan saat ini belum dapat diwujudkan.

Malah Ketentuan Pasal pasal 31 ayat (4) UU No.11 Tahun 2008 tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku oleh MK melalui Putusan MK dalam Permohonan Nomor 5/PUU-VIII/2010 mengenai uji materi UU ITE. Dimana dalam salah satu pertimbangan hukumnya MK menyatakan bahwa Penyadapan harusnya diatur dalam sebuah UU tersendiri bukan melalui Peraturan Pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun