Mohon tunggu...
Muhammad Aryo Wibisono
Muhammad Aryo Wibisono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biasa

Mahasiswa tingkat akhir yang suka rebahan dan nonton Netflix

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenaikan Tarif PPN di Indonesia dan Pengaruhnya terhadap Inflasi

23 Januari 2022   20:08 Diperbarui: 23 Januari 2022   20:21 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada 7 Oktober 2021 pemerintah bersama DPR telah mengesahkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Terdapat beberapa perubahan peraturan terkait perpajakan dalam UU tersebut. Salah satu peraturan yang diubah adalah terkait pajak pertambahan nilai (PPN). 

Sejak pertama kali berlaku hingga saat ini, tarif PPN di Indonesia adalah sebesar 10% sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 7 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. 

Namun, sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif PPN akan mengalami kenaikan secara bertahap, yaitu menjadi 11% yang berlaku mulai 1 April 2022 dan menjadi 12% yang berlaku paling lambat 1 Januari 2025. 

Meskipun demikian, kenaikan tarif tersebut telah sesuai dengan pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, di mana tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.

Peraturan kenaikan tarif PPN di Indonesia menimbulkan berbagai pro dan kontra. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebutkan bahwa kenaikan tarif PPN itu relatif masih lebih rendah dari rata-rata tarif PPN dunia yang sebesar 15,4%. Pungutan PPN di negara lain masih lebih tinggi daripada di Indonesia. 

Misalnya, tarif PPN di Filipina sebesar 12%, China sebesar 13%, Arab Saudi sebesar 15%, Pakistan sebesar 17%, dan India sebesar 18%. Kemudian menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, alasan pemerintah menaikkan tarif PPN adalah untuk menutupi defisit APBN.

Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN sangat berisiko terhadap daya beli masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19, sementara daya beli masyarakat belum tentu pulih di tahun 2022. 

Kemudian menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, terdapat beberapa dampak apabila pemerintah menaikkan tarif PPN. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya tingkat inflasi karena PPN merupakan pajak yang berhubungan langsung dengan konsumen.

Kenaikan harga PPN akan menyebabkan harga barang dan/atau jasa yang merupakan objek PPN turut meningkat. Hal tersebut dapat memicu kenaikan tingkat inflasi. 

Menurut Mankiw (2006), inflasi adalah suatu keadaan dimana harga-harga barang dan jasa cenderung mengalami kenaikan secara umum dan terjadi secara terus menerus. Peningkatan harga-harga barang dan jasa tersebut nantinya akan memicu pada meningkatnya biaya produksi. Berdasarkan penyebabnya, fenomena ini disebut dengan cost-push inflation.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun